Jokowi Berkomitmen Tegakkan Keadilan Agraria

Selasa, 25 September 2018, 10:49 WIB

Global Land Forum (GLF) atau Forum Pertanahan Global di Bandung, Senin, 24 September 2018.

AGRONET--Presiden Jokowi telah berkomitmen menata keadilan agraria untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di hadapan peserta Global Land Forum (GLF) atau Forum Pertanahan Global di Bandung, Senin, 24 September 2018.

GLF adalah pertemuan tiga tahunan tentang pertanahan terbesar di dunia. Forum ini dihadiri oleh sekitar 700 organisasi pembangunan internasional, badan-badan PBB, lembaga pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga organisasi rakyat yang bekerja langsung di tingkat akar rumput. Penyelenggara GLF adalah International Land Coalition (ILC), suatu organisasi koalisi global tentang pertanahan dari berbagai belahan dunia dengan perspektif beragam dan bekerja di tingkat nasional, regional dan global. Presiden Jokowi telah menerima delegasi GLF di Istana Merdeka sebagai soft opening GLF pada 20 September 2018 lalu.

Moeldoko dalam kesempatan tersebut menceritakan bagaimana wujud komitmen Presiden Jokowi dalam mendorong terciptanya keadilan ekonomi melalui reforma agraria. “Di masa lalu, sertifikasi lahan per tahun umumnya hanya sekitar 500 ribu sertifikat. Tapi di era pemerintahan saat ini, pada tahun 2017 saja sudah berhasil diserahkan 5 juta sertifikat dan ditargetkan pada 2018 sebanyak 7 juta sertifikat. Lalu pada 2019 ditargetkan 9 juta sertifikat,” paparnya.

Panglima TNI Periode 2013-2015 ini tak lupa mengingatkan para peserta dari 84 negara tentang Gedung Merdeka yang bersejarah. “Di sini pernah berkumpul para pemimpin bangsa di Asia dan Afrika pada tahun 1955 untuk merumuskan Dasasila Bandung,” ujar Moeldoko.

Reformasi agraria di Indonesia sendiri, menurut mantan Pangdam Siliwangi, terus dilakukan dalam kerangka kebijakan ekonomi berkeadilan berbasis pemerataan. Oleh karena itu, ia berharap ada proses saling belajar dan serta berbagi pengalaman praktik dari berbagai negara di dunia melalui forum GLF. Juga titik temu pandangan antara pemerintah dan masyarakat sipil.

“Pemerintah menyadari bahwa masih banyak tantangan dalam menata pertanahan nasional secara cepat dan juga tepat. Beberapa hal masih harus dipercepat, misalnya redistribusi tanah kepada masyarakat miskin agar dapat memiliki tanah untuk dikelola sehingga lahan menjadi produktif,” ujar Moeldoko.

Konflik agraria juga masih banyak terjadi, namun pemerintah terus berusaha menangani dan menyelesaikannya. Kantor Staf Presiden sendiri sejak 2017 telah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria untuk menampung dan mengakselerasi penanganannya di berbagai kementerian dan lembaga. Presiden Jokowi dalam pertemuannya dengan panitia GLF mengharapkan agar GLF sebagai forum global menjadi momentum untuk menyusun langkah bersama dalam menjawab masalah-masalah pertanahan, baik pada tataran kebijakan dan praktek di lapangan.

Presiden juga berkomitmen untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Reforma Agraria. Perpres ini akan mengatur pelaksanaan Reforma Agraria dan percepatan pencapaian target-targetnya. “Presiden juga meminta, setelah legalisasi dan redistribusi tanah kepada masyarakat maupun ijin perhutanan sosial, segera dilanjutkan dengan pemberdayaan masyarakat sehingga tanah yang sudah dimiliki atau kawasan hutan yang telah punya izin pemanfaatan dapat segera menjadi sumber kehidupan masyarakat yang produktif dan berkelanjutan,” ujar Moeldoko kepada para peserta GLF.

Ketua Panitia GLF Dewi Kartika dalam sambutannya menyampaikan bahwa terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah adalah karena komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam melakukan reforma agraria melalui program-program perhutanan sosial dan pembagian sertifikat lahan. “Itulah yang antara lain yang membuat GLF diselenggarakan di Indonesia,” tegas Dewi.

Selama ini GLF selalu mendapatkan perhatian luas dari komunitas global dalam membahas masalah pertanahan, sumber daya alam, pertanian, pangan, pembangunan pedesaan hingga teknologi informasi terkait pengelolaan tanah dan sumber daya alam. Itu karena GLF selalu memperdalam masalah-masalah global yang dihadapi untuk mendapatkan solusi nyata dari permasalahan tersebut. (KSP/222)