Teknologi Sulap Rawa Jadi Sawah

Jumat, 12 Oktober 2018, 18:44 WIB

Pertanaman Padi Varietas Inpara 2 di lahan rawa Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan pada kondisi pertanaman dihamparan lahan rawa seluas 60 hektare. | Sumber Foto:Biro Humas dan Informasi Publik Kementan

AGRONET--Kepala Balai Penelitian Lahan Rawa (Balittra), Hendri Sosiawan, menyatakan saat ini lahan sawah irigasi hanya seluas 8,1 juta hektare, masih perlu pengembangan areal tanam baru seperti lahan kering 144.5 juta ha, rawa lebak 25.2 juta hektare, dan lahan pasang surut 8.9 juta hektare. Meski masih luas, tidak semua lahan itu cocok untuk dilembangkan untuk pertanian.

"Lahan rawa di Indonesia punya karakteristik ekosistem secara alami bersifat rapuh (fragile). Hal ini disebabkan berbagai cekaman abiotik seperti keracunan zat besi, kadar asam yang rendah, rendaman, salin, serta rentan terhadap serangan penyakit blast. Tantangan penanganan lahan rawa yang belum tersentuh teknologi memang bukan pekerjaan mudah, tetapi butuh kesabaran dan kecermatan dalam pengelolaannya," jelas Hendri saat diwawancarai di Jakarta pada Jumat (12/10/2018).

Karenanya, Hendri menyatakan untuk mengoptimalkan lahan rawa perlu teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu serta penggunaan varietas padi yang adaptif di lingkungan rawa. Hingga tahun 2017, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mendukung pengembangan pertanian di lahan rawa dengan mempersiapkan aneka inovasi. Termasuk dengan menghasilkan sejumlah varietas unggul padi yang adaptif di lahan pasang surut dan rawa lebak. Ada 35 varietas padi unggul adaptif lahan pasang surut dan lebak dengan berbagai sifat keunggulan yang telah siap dikembangkan.

Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Priatna Sasmita, menyatakan varietas-varietas tersebut dirakit untuk mengatasi permasalahan utama di lahan rawa. "Pada Gelar Inovasi Teknologi (Geltek) yang menjadi rangkaian HPS, Balitbangtan ingin menunjukkan kepada petani dan masyarakat luas bahwa varietas unggul padi rawa punya potensi untuk dikembangkan dan bahkan bisa ditiru di ekosistem lahan rawa di Provinsi lain," jelasnya.

Sementara itu, Peneliti BPTP Balitbangtan Kalsel, Rina Dirgahayu, menjelaskan bahwa saat ini demonstration farming (demfarm) padi rawa seluas 60 hektare di Geltek HPS menampilkan 4 (empat) varietas inbrida padi rawa (Inpara) yaitu Inpara 2, Inpara 3, Inpara 8 dan Inpara 9. Sedangkanuntuk padi sawah irigasi/tadah hujan yang juga ditanam varietas Inpari 32, Inpari 40 dan Inpari 42 Agritan.

“Kondisi tanaman antar varietas saat ini bervariasi, ada yang sedang berbunga hingga fase pengisian biji. Performa tanaman sangat bagus sehingga menjadi daya tarik petani setempat,” jelas Rina.

Sementara itu, pemulia di BB Padi, Indrastuti A. Rumanti, mengatakan sejauh ini BB Padi bersama dengan peneliti BPTP Balitbangtan Kalsel menyiasati kondisi lahan yang kompleks ini dengan sejumlah modifikasi. Dengan penggunaan mikroba (agrimeth) untuk meningkatkan vigor benih, ameliorant (kapur pertanian) untuk meningkatkan pH tanah, biotara (bahan organik khusus untuk rawa), dan penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 untuk meningkatkan populasi.

Lalu digunakan juga biosilika untuk meningkatkan ketahanan varietas terhadap serangan hama/penyakit, penanaman refugia untuk meningkatkan musuh alami, trap barrier system (TBS), pengomposan, dan umpan racun untuk pengendalian tikus. Ada juga penggunaan insektisida fungisida selektif untuk pengendalian hama/penyakit, penerapan tata air mikro menggunakan sistem aliran satu arah untuk mencuci racun mineral, dan pemupukan menggunakan PUTR modified, berupa penambahan kalium yang sangat diperlukan di lahan rawa.

“Beberapa kendala yang terakhir tejadi antara lain kekeringan dan pH rendah yang berpengaruh pada keluarnya malai. Namun semua itu bisa diatasi dengan meningkatkan kandungan pH air yang dimasukkan ke petak pertanaman," tambah Indras.

Pengelolaan pertanaman yang optimal dan pemberian treatment-treatment modifikasi telah berhasil mengatasi cekaman-cekaman yang terjadi. Saat ini Inpara 2, Inpari 32, Inpari 40 dan Inpari 42 sudah berumur 90-95 hari HSS (Hari Setelah Semai) dan mulai memasuki fase pengisian, sedangkan Inpara 3, Inpara 8 dan Inpara 9 Agritan masih memasuki fase pembungaan. Pemeliharaan pertanaman saat ini terus dilakukan untuk memastikan bahwa denfarm ini aman dari berbagai cekaman yang kompleks dan bisa panen dengan hasil yang memuaskan. (222)