NEGERI SURGA DURIAN! (Bagian 2: Durian Negeri Tetangga)

Rabu, 14 Maret 2018, 11:57 WIB

Evy Syariefa | Sumber Foto:Dokumen Pribadi

Indonesia surga durian. Indonesia juga tempatnya maniak durian kelas berat. Kecintaan masyarakat pada buah ini terlihat ketika musim durian tiba. Jongko-jongko, toko-toko, kebun-kebun, dan sentra-sentra  durian diserbu para pencinta buah raja itu. Seorang pemasar buah di Jakarta pernah berkata, “Kalau durian sudah datang, buah lain tidak laku.” Ia sekadar ingin menunjukkan begitu maniaknya penggemar durian pada raja buah itu. Pantas jika kegandrungan pada durian membuat sejumlah orang melirik peluang mengebunkan buah raja itu.

Dari hutan, durian didomestikasi, diadaptasikan dengan lingkungan di luar hutan, diperbanyak bibitnya, dan ditanam secara massal di kebun-kebun komersial. Namun, mengebunkan durian tidak semudah membalik telapak tangan.

Belum banyak pekebun durian yang berhasil mengembangkan durian secara komersial. Pekebun senior di Cianjur, Jawa Barat, Bernard Sadhani, yang berpengalaman puluhan tahun berkebun durian berucap, “Biaya sekolah durian mahal.” Bernard merugi ratusan juta rupiah gara-gara harus menebang ribuan pohon umur produktif lantaran pelit berbuah dan rasanya pun tidak enak. Padahal, ia sudah memilih varietas unggul nasional. Belum lagi ancaman penyakit kanker batang yang mematikan tanaman dan buah hilang akibat pencurian. Berguru pada pekebun senior, para pakar, dan bergabung di komunitas penggemar durian bisa sangat membantu dalam menjalankan usaha berkebun durian.

Soal mengebunkan durian secara komersial, kita mungkin boleh berguru lebih dalam pada dua negara tetangga yang sudah lebih dulu sukses: Thailand dan Malaysia. Setidaknya Thailand sudah berhasil menduniakan durian monthong-nya. Malaysia memopulerkan durian D-24 dan musang king. Thailand hanya fokus pada 4 jenis: monthong, kanjau, chanee, dan kradumthong. Itu pun hanya dua pertama yang lebih dikenal. Pada saat musim durian tiba, biasanya Mei-Agustus, bertruk-truk durian masuk dari kebun-kebun ke pasar buah terbesar di Thailand, Thalaad Thai. Ukurannya seragam, kematangannya seragam. Di sana monthong dipanen dengan cara dipetik, bukan menunggu jatuh, tapi sudah cukup matang sehingga ketika sampai di tangan konsumen pas masak. Dari sana durian disebar ke berbagai negara. Belakangan Negeri Siam mengembangkan durian tanpa bau dengan tujuan ekspor ke Eropa.

Tak melulu menjual sebagai buah segar, Thailand mengolah buah raja itu menjadi penganan kecil alias snack. Daging durian monthong yang tebal dan belum matang benar diiris tipis, digoreng, ditiriskan, dikemas dalam kantong-kantong plastik bening dengan bentuk menarik, jadilah keripik durian oleh-oleh khas Thailand. Para perajinnya adalah ibu-ibu rumah tangga di sekitar kawasan kebun durian. Praktis hampir tak ada buah durian yang terbuang.

Malaysia lebih mirip dengan Indonesia. Di sana juga banyak durian johan alias durian unggul yang enak-enak. Sebut saja durian udang merah, durian xo, durian masmuar, bahkan tanpa nama. Namun, tetap ada durian yang menjadi unggulan utama.

Pada era 1980-an Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI) mendorong pengembangan durian untuk ekspor dengan merilis sejumlah varietas hasil riset panjang untuk memastikan agar pekebun sukses menanam. Pekebun paling menyukai D-24 karena produktif, genjah, serta kualitas dan harga buah bagus. Penanaman durian itu menyebar hampir di semua negara bagian, seperti di Pahang, Penang, Perak, dan Kelantan. Pekebun menanam raja buah itu secara intensif. Kita bisa menemukan kebun durian menggunakan pengairan sistem irigasi tetes untuk menyiram dan memupuk durian. Di Indonesia irigasi tetes lebih banyak dipakai untuk penanaman sayuran secara hidroponik. Baru belakangan irigasi tetes digunakan di kebun lengkeng milik pengusaha cengkih yang pencinta buah, Budi Dharmawan, di Jawa Tengah. Pada tahun 1990-an, D24 sukses mendominasi ekspor ke Singapura.

Di tanah air ada pekebun yang mencoba menanam D-24, salah satunya di Cianjur milik salah seorang pengusaha ritel. Pada akhir 1990-an, MARDI  memperkenalkan musang king untuk para pekebun. Buahnya mulai muncul di pasaran pada tahun 2000-2003-an. Itu pun baru sedikit kebun dan kedai durian yang menjual. Harganya masih mahal. Musang king mulai naik pamornya sekitar tahun 2007-2010 dan menyebar ke di tanah air hingga mulai ramai pada 2011-2013. Ketika itu banyak penggemar dari Indonesia rela terbang ke Malaysia demi mencicipi durian raja kunyit itu. Salah satunya pemilik percetakan besar di Jakarta Barat yang maniak berat durian.

Harap mafhum, kualitas buahnya memang amboi! Durian itu berwarna daging kuning kunyit, kering, lembut, legit, daging tebal, biji kempis, aroma harum, dengan citarasa manis pahit. Melihat keriuhan para maniak itu ada importir yang mendatangkan musang king dalam kemasan kotak plastik.

Pongge-pongge buah disusun rapi dan dibekukan. Durian lokal asal Sumatra Utara dan Sumatra Barat sekarang banyak dijajakan dengan kemasan seperti. Ketika penggemarnya hendak menyantap, tinggal mengeluarkan dari freezer, mengangin-angin sebentar di udara ruangan sampai tidak beku lagi, lalu hap, nikmati daging buahnya yang lembut, gurih, creamy, dan manis sedikit pahit. Harganya ketika itu -pada 2011- fantastis: Rp2-juta per boks isi 7-8 pongge.

Belakangan pekebun di Indonesia menanam musang king dan durian-durian johan yang muncul berikutnya, seperti ochee alias duri hitam. Pohon-pohon musang king mulai banyak yang panen, di antaranya di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Tengah. Ochee mulai berbuah tahun ini. Seorang pekebun di Bogor, Josia Lazuardi, melelang durian ochee yang dimenangkan seorang maniak durian dengan mengeluarkan kocek Rp2-juta rupiah. Keragaman durian Nusantara memang diperkaya dengan kehadiran durian-durian introduksi.

Dari tanah air, varietas matahari asal Bogor termasuk salah satu yang relatif stabil di luar habitatnya sehingga masuk rekomendasi untuk dikebunkan. Durian pelangi yang menjadi idaman banyak pekebun sedang dipelajari lebih mendalam kesesuaiannya di berbagai lahan di luar habitat. Pakar buah di Bogor, Dr Moh Reza Tirtawinata MS, menyarankan pekebun menanam durian unggul lokal setempat karena sudah adaptif dan terbukti bagus kualitas buahnya. Misalnya tiger, asal Balaikarangan, Kalimantan Barat, dikebunkan di daerah-daerah sekitarnya. Jika hendak dikebunkan di luar habitat itu perlu riset dan pengalaman lebih banyak. Reza juga menyarankan sebaiknya saat menanam satu jenis durian di luar habitat, tanam juga jenis lain yang tumbuh di sekitar durian unggulan. Ini lantaran kualitas buah durian unggulan kerap dipengaruhi oleh polen dari bunga pohon durian lain di sekitarnya. ***

 *) Evy Syariefa, penikmat pertanian, penulis, di Bogor