Dari Lembang Petani Muda ini Siap Bangun Pertanian Indonesia

Sabtu, 22 September 2018, 19:59 WIB

Petani di Lembang, Jawa Barat

AGRONET--Saat ini anak muda Indonesia cenderung meninggalkan usaha bertani. Pertanian senantiasa dianggap profesi yang tidak membanggakan. Namun, anggapan ini tak sepenuhnya benar. Salah satu anak muda yang telah merasakan sukses dengan merintis bisnis sayuran adalah Ulus Primawan.

Ulus Pirmawan merupakan petani muda asal Kampung Gandok, Desa Suntenjaya, Cibodas - Lembang. Kerja kerasnya mampu menunjukkan bahwa petani bisa berkembang.

Ulus Pirmawan banyak belajar mengenai pertanian dari Dinas Pertanian maupun lembaga atau perusahaan yang kompeten dengan dunia pertanian. Kegigihannya untuk sukses di agribisnis membuatnya mendirikan Kelompok Tani Baby French pada tahun 2005. Kelompok tani yang didirikannya ini merupakan cikal bakal Ulus untuk memberdayakan petani setempat, sekaligus sebagai caranya memperluas jaringan produksinya. 

“Setelah sukses dengan Kelompok Tani Baby French, saya kembali dirikan gabungan kelompok tani yang diberi nama Wargi Panggupay,” kata Ulus di Lembang, Sabtu (22/9/2018).

Wargi Panggupay membawahi delapan kelompok tani produktif. Seluruh kelompok tani ini berperan aktif dan terlibat langsung dalam program tanam. Wargi Panggupay juga melakukan kerja sama dan menjalin kemitraan dengan eksportir.

“Saat ini kami merupakan suplier sayuran untuk  PT Alamanda Sejati Utama, Fortuna Agro Mandiri (Farm/Multi Fresh) dan supplier supermarket,” tutur Ulus.

Menurutnya Ulus pertanian itu lebih menjanjikan. Karena di agribisnis ini kita bisa atur waktu kerja sendiri dan penghasilannya bagus.

Selain Ulus, ada Doni Pasaribu, seorang sarjana pertanian yang memutuskan sepenuh hati memilih pertanian sebagai jalur bisnis.  Bermodal pengalaman dan pengetahuan, usahanya terus berkembang menjadi ladang bisnis menguntungkan. Bahkan dirinya mampu meregenerasi anak - anak muda di sekitarnya untuk giat bertani.

"Ini adalah panggilan hati. Dulu orang bertani karena keturunan. Sekarang saya sendiri memilih jadi petani", sebut Doni.

Totalitasnya dalam bertani, tak jarang membuat Doni merasa prihatin apabila lahan pertanian tidak dimaksimalkan. Pemuda berusia 22 tahun ini nyaman dengan profesi sebagai petani karena memiliki fleksibilitas waktu namun tetap berpenghasilan mencukupi.

"Kalau lahan pertanian tidak digunakan bertani maka lahan yang ada lama - lama bisa habis. Inilah kesempatan menghancurkan doktrin negatif bertani sulit kaya. Bertani bisa sukses. Sayang kalo sarjana pertanian tapi tidak bertani. Penghasilan saya memang di bawah Pak Ulus, tapi penghasilan saya bisa melebihi dari seorang PNS", ucapnya penuh semangat.

Ada sosok lain di samping Doni. Seorang lulusan SMK Komputer. Umbara namanya, berusia 21 tahun asal Desa Suntenjaya, Bogor, namun sudah mampu mengisi pasokan pasar retail wilayah Bandung sampai Jakarta.

"Seharusnya menjadi petani itu bangga. Di sini banyak orang tuanya yang petani tapi anaknya tidak mau bertani. Kita harus meningkatkan potensi diri," ujar Umbara. 

"Pendapatan minimal saya Rp200 ribu per hari", jelas Umbara ketika ditanyakan berapa nilai penghasilannya. Meski demikian, ia optimis akan meraih sukses dengan pilihan hidupnya sebagai petani.  Ia telah memantapkan hati dan tidak akan beralih profesi. (222)