Dujiangyan, Sistem Irigasi Tertua di Dunia

Selasa, 25 Desember 2018, 19:37 WIB

Dujiangyan, sistem irigasi tertua di dunia yang terletak di provinsi Sichuan dibangun sekitar 250 SM | Sumber Foto:wikipedia

AGRONET – Persoalan irigasi tidak dapat lepas dari budidaya pertanian. Hal ini telah lama disadari manusia, khususnya mereka para petani.

Pada zaman dulu, jika lahan pertanian dekat dengan sumber air yang berlimpah seperti mata air atau sungai, maka irigasi dilakukan dengan cara mengalirkan air ke lahan pertanian. Namun irigasi dapat pula dilakukan dengan cara membawa air ke lahan pertanian, diangkut dari sumbernya. Cara seperti ini disebut dengan menyiram.

Sejak dulu masalah irigasi telah menjadi masalah serius. Dimusim kemarau, saat sumber air menipis, lahan pertanian kekurangan air. Sebaliknya, pada musim hujan, lahan pertanian menerima air berlebih karena saluran pembuangan air tidak memadai. Pengelolaan air untuk irigasi memang mempunyai peran yang sangat penting untuk budidaya pertanian, khususnya budidaya padi di lahan persawahan.

Di Indonesia, sistem irigasi memiliki sejarah yang cukup panjang. Sistem Subak untuk budidaya padi di Bali, sistem Tuo Banda di Sumatera Barat, sistem Tudang Sipulung di Sulawesi Selatan, dan sistem pertanian Pranatamangsa di Jawa adalah bukti nyata bahwa penduduk Indonesia telah lama mengenal sistem irigasi.

Dari penelitian, diketahui bangunan saluran irigasi tertua di Indonesia dibangun di Jawa Timur. Dari data prasasti tertua di Indonesia juga diketahui pada abad 5 Masehi telah dibangun saluran irigasi di Desa Tugu dekat Cilincing.

Pada masa pemerintah Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1889, juga dibangun sistem irigasi pertama yang meliputi daerah Karisidenan Banyumas dan Begelen di Jawa Tengah. Pembangunan terus berlanjut hingga ke daerah Malang, Serang, hingga wilayah pulau Jawa terlayani oleh sistem irigasi.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dibangun bendungan irigasi pertama di Indonesia. Lokasinya di Jawa Timur. Bendungan yang dibuat dari struktur kayu jati dan diisi dengan batu kali ini memiliki panjang 45 meter dan tinggi 8 meter. Bendungan yang diberi nama bendungan Sampean ini membendung kali Sampean.
 
Selanjutnya dibangun beberapa bendungan lagi seperti bendungan Lengkong (1852- 1857) di Mojokerto, bendungan Glapan (1852-1859) yang membendung kali Tuntang di Jawa Tengah. Bendungan Glapan yang baru berfungsi sekitar tahun 1889 adalah bendungan pertama yang dibangun pemerintahan kolonial untuk tanaman rakyat.

Di dunia, sistem irigasi pertama dibangun sekitar 750 tahun lebih awal dari sistem irigasi pertama di Indonesia. Sekitar 250 SM. Sistem irigasi yang diberi nama Dujiangyan ini dibangun oleh Li Bing, seorang ahli hidrologi Cina, pada masa Dinasti Qing. Hebatnya, hingga kini sistem irigasi ini masih dapat dipakai.

Li Bing menemukan metode untuk mengendalikan banjir Sungai Minjiang tanpa menggunakan bendungan. Berkat sistem irigasi ini, tidak hanya banjir yang dapat dikendalikan, tapi juga membuat dataran Chengdu mendapat air untuk kebutuhan irigasi. Saat ini Dujiangyan mengairi lebih dari 668.700 hektar lahan pertanian dan menjadi sumber air bagi lebih dari 50 kota di provinsi Sichuan.

Dujiangyan dibangun untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi di sungai Minjiang, anak sungai Yangtze yang terpanjang. Tepatnya di bagian barat dataran Chengdu, antara cekungan Sichuan dan dataran tinggi Tibet.

Li Bing, sang ahli hidrologi bersama putranya menemukan sebab terjadinya banjir. Sungai Minjiang meluap karena air yang mengalir cepat dari pegunungan dan mengalir lambat dibagian hilir sehingga rawan terjadi banjir. Oleh Li Bing, aliran air sebagian dialirkan ke dataran Chengdu yang kering dengan cara membuat saluran di gunung Yulei.

Proyek ini sepenuhnya didukung oleh dana dari Raja Zhao dari Qin dengan dibantu puluhan ribu pekerja. Mereka membuat tanggul untuk mengalihkan aliran air yang bentuknya serupa sosis mirip keranjang bambu yang di dalamnya diisi batu, dan dikenal sebagai Zhulong. Agar tanggul ini kokoh, dibuat penyangga tripod kayu yang dikenal sebagai Macha. Diperlukan waktu sekitar 4 tahun untuk menyelesaikan pembuatan tanggul pengalihan air ini.

Hal yang paling menakjubkan dari proyek ini adalah pembuatan saluran di gunung Yulei. Pada saat proyek ini dikerjakan, bahan peledak atau mesiu belum ditemukan. Sehingga Li Bing harus memanaskan dan mendinginkan batu berkali-kali hingga batu pecah. Butuh waktu sekitar 8 tahun untuk membuat saluran selebar 20 meter melalui gunung Yulei.

Begitu proyek Dujiangyan selesai, selesai pula masalah banjir di daerah itu. Selain itu provinsi Sichuan juga menjelma menjadi daerah pertanian paling produktif di Cina. Saat ini Dujiangyan, karya sang ahli hidrologi Li Bing dikenal sebagai ’Harta Karun Sichuan’.

Para ilmuwan pun juga mengagumi Dujiangyan, karena caranya mengelola air dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Beda dengan bendungan yang kadang harus mengorbankan lingkungan sekitar.

Dujiangyan yang sejak tahun 2000 menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO, pada 2013 menjalani renovasi besar untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Saat ini, Dujiangyan menjadi salah satu tujuan wisata di diabngunSichuan. (555)

BERITA TERKAIT