Kesenjangan pasokan gula diperkirakan tidak akan menutup sebelum 2025.

Defisit Pasokan Gula di Asia Tenggara Berlanjut Hingga 2025

Selasa, 21 November 2023, 11:17 WIB

Defisit (ilustrasi) | Sumber Foto:Picpedia

AGRONET --Permintaan yang kuat di Timur Tengah dan Asia Tenggara akan menyebabkan defisit pasokan gula sebesar 3 juta ton gula di seluruh dunia tahun ini. Kesenjangan tersebut diperkirakan tidak akan menutup sebelum 2025.

Kenaikan harga gula sebesar 41 persen dalam satu tahun terakhir menggerogoti anggaran para konsumen. Di negara maju seperti Inggris, konsumen hanya perlu membayar 40 sen per kilogram lebih banyak dari sebelummya. Namun, di negara-negara berkembang dengan populasi yang terus bertambah, demam gula sedang berlangsung. Pasokan sangat terbatas. Konsumsi juga tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.

Fenomena cuaca El Nino menyebabkan pola cuaca yang tidak biasa. Produsen-produsen besar seperti Brazil, India dan Thailand juga memiliki masalah lokal. Untuk yang terbesar, Brasil, produksi bukanlah masalah. Tahun ini produksinya naik 10-15 persen dibandingkan dengan dua tahun lalu.

Namun, mengeluarkan gula dari negara ini cukup sulit. Hujan lebat ditambah kemacetan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti Santos, dekat São Paulo, menekan suplai dunia.

"Jangan berharap ada perluasan kapasitas sebelum pertengahan 2025," kata analis senior John Stansfield di DNEXT Intelligence seperti dikutip dari Financial Times, pekan lalu.

India dan Thailand memiliki masalah yang berlawanan. Cuaca kering memangkas hasil panen tebu. Produsen nomor dua dunia yaitu India, membatasi ekspornya.

Perkiraannya masih bervariasi, tetapi Departemen Pertanian AS memprediksi ekspor India akan turun lagi pada tahun ini hingga September 2024, turun hampir setengahnya dalam dua tahun.

Sementara itu, permintaan di negara-negara berkembang belum berhenti. Negara-negara seperti Indonesia dan Mesir memiliki selera yang tinggi terhadap makanan manis, banyak perayaan ditandai dengan tradisi membuat makanan manis. Sementara populasi mereka juga berkembang pesat, ujar para ahli di Marex.

Harga gula yang lebih tinggi meningkatkan keuntungan beberapa produsen seperti Sao Martinho dari Brasil. Sahamnya yang terdaftar di bursa lokal naik seperempat selama setahun terakhir, dan sekarang diperdagangkan sekitar 5 kali lipat dari Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, Amortization (EBITDA).

Seperti saingannya yang lebih besar, Cosan, sebagian besar gulanya digunakan untuk membuat bahan bakar etanol, yang banyak digunakan di Brasil. Sekitar setengah dari hasil panen gula Brasil diubah menjadi etanol. Konsumen di seluruh dunia harus membayar yang lebih tinggi untuk setidaknya satu tahun ke depan. (tar)