Menteri Kelautan dan Perikanan Dr. (HC) Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan Dr. (HC) Susi
AGRONET – ”Yang tidak makan ikan, ditenggelamkan.” Ya, siapa lagi yang mengatakan itu kalau bukan Susi Pudjiastuti. Menteri paling berani dan paling lugas sepanjang sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia ini. Karena yang mengungkapkannya Menteri Susi, maka kalimat provokatif itu lebih banyak disambut dengan tawa.
Awalnya adalah cuitan di media sosial. Yakni pada 12 Mei 2017 silam. Saat itu Menteri Susi mencuit: ”Ayo semua gemar ikan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat, kuat, dan cerdas; Karena yang tidak makan ikan ditenggelamkan lho, hi hi...” Di beberapa kesempatan, ia pun mengulang hal itu.
Tampaknya, kerisauan masyarakat luas soal harga daging sapi yang mahal telah mengusik perasaan Menteri Susi. Sumber protein kan banyak. Tidak hanya daging sapi yang sangat bergantung pada impor. Mengapa bukan lebih banyak mengkonsumsi ikan? Bukankah ikan melimpah di perairan Indonesia?
Susi Pudjiastuti memang suka menantang kontroversi. Ia lahir di Pangandaran, Jawa Barat 15 Januari 1965. Tanggal yang sama dengan Peristiwa Malari 1974, dan tahun yang sama dengan Peristiwa G30S/PKI yang bergolak. Besar dari keluarga priyayi kelas menengah yang tertib, ia malah meninggalkan bangku sekolah selulus SMP.
Dalam budaya Timur, apalagi di masyarakat Jawa dan Sunda, perempuan diharapkan menjadi sosok lemah lembut dan hati-hati. Susi muda malah memilih menjadi seperti banyak laki-laki. Ia cekatan dan berani! Ia ’nyemplung’ ke kehidupan keras dunia nelayan yang mengantarkannya menjadi pedagang ikan.
Keberaniannya --yang kadang juga disebut kenekadan—membawanya sukses. Sebelum meninggalkan bisnis ikannya karena berkomitmen melayani publik sebagai menteri, Susi termasuk pebisnis ikan sangat sukses. Untuk meraih suksesnya itu, ia juga menempuh jalan tak lazim.
Ia menyewa dan kemudian membeli pesawat buat mengangkut ikan. Truk tak dapat diandalkannya buat mengangkut ikan dari Pangandaran ke Jakarta. Punya pesawat, membuatnya masuk pula ke bisnis maskapai penerbangan. Maka, jadilah Susi Air. Bukan dia pula kalau tidak belajar hingga bisa menerbangkan pesawat pula.
Seruan nekad ”ditenggelamkan” memang gaya Menteri Susi. Dengan kenekadan macam itu pula, Susi mendobrak gaya birokrasi kementeriannya. Ia canangkan sebuah tekad sederhana namun maut. Stop penangkapan ikan ilegal! Lawan mafia perikanan! Hasilnya, satu per satu kapal ikan asing ditenggelamkan.
Hingga pertengahan 2017, sudah ratusan kapal ikan asing ditenggelamkan. Lebih dari itu mafia perikanan juga ia ’tenggelamkan’ pula. Selama ini, laut Indonesia menjadi sasaran penjarahan ikan. Yakni kerjasama mafia perikanan nasional dengan asing dengan menggunakan sistem perbudakan.
Di masa awal Susi jadi menteri, pemerintah Indonesia baru menghentikan praktek perbudakan antarbangsa yang berpusat di Benjina, Maluku. Padahal praktek itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan tak tersentuh sama sekali oleh pemerintahan terdahulu. Maka Menteri Susi menjadi salah satu model ketegasan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi masalah bangsa.
”Laut kita tak boleh dinikmati oleh ratusan orang saja,” kata Menteri Susi. Selama ini, hanya ratusan orang saja yang berkelimpahan dari laut Indonesia. Mereka bersama asing mengeduk ikan dan langsung mengekspornya secara ilegal. Ribuan atau jutaan nelayan kecil hanya dapat mengambil sisanya. Ini yang diperangi Menteri Susi.
Lobi politik yang kuat para cukong itupun dilawannya. Di DPR misalnya, Menteri Susi tak segan menunjuk nama politisi yang mengambil untung dari bisnis penangkapan ikan secara ilegal itu. Praktek bisnis yang membuat jutaan nelayan tetap miskin.
Para pengusaha besar perikanan itu bukan tak melawan. Pabrik-pabrik pengolahan ikan yang kosong dan kurang aktivitas disebut merupakan dampak dari tindakan Menteri Susi. Hal itu bahkan dilaporkan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Tapi Menteri Susi menampiknya dengan menyebut bahwa unit-unit pengolahan itu banyak dipakai buat kedok bisnis. Yakni oleh sejumlah pengusaha hitam yang mengeduk ikan di laut dan langsung menjualnya ke asing.
Di Indonesia selama ini, praktek perikanan laut memang serupa pertambangan. Yakni eksploitasi saja secara besar-besaran dan jual langsung keluar. Alasannya adalah untuk devisa, walau sebenarnya buat meraup untung pribadi tanpa peduli akibat luasnya bagi Indonesia. Menteri Susi mendobrak praktek seperti itu.
Tak semua setuju pendekatan Menteri Susi, sebab gebrakannya sedikit banyak juga mendampak pengusaha perikanan yang ’tidak hitam’. Selain itu, untuk membangun iklim perikanan yang benar-benar sehat perlu membangun sistem yang baik. Pakar perikanan Indonesia, Rokhmin Dahuri, acap mengingatkan hal itu.
Sebagai seorang berkarakter ’sanguinis’ tulen, Susi Pudjiastuti memang bukan tipe pembangun sistem. Ia pendobrak sejati. Timnya di kementerian yang mesti menopangnya dengan mengembangkan sistem pembangunan perikanan yang solid. Hal itu belum terwujud, dan masih menjadi tantangan besar bagi Menteri Susi.
Dobrakan Menteri Susi memang efektif, dan menyasar hal yang sangat mendasar: ’menenggelamkan’ penjarahan kekayaan bahari Indonesia. Hal yang sangat diperlukan Indonesia. Baik buat meningkatkan kesejahteraan jutaan nelayan, maupun untuk kelestarian kekayaan laut Indonesia.
Terobosannya itu mengesankan Menteri Susi sebagai pribadi keras. Padahal, menurut salah seorang petinggi Satgas Anti ’Illegal Fishing’, hal itu justru wujud kepedulian sosok ini. ”Beliau itu sangat peduli,” katanya.
Diingatkannya bahwa ketika terjadi bencana tsunami Aceh 2004, Susi Pudjiastuti termasuk orang pertama di garis depan yang membantu para korban. Sekarang pun Menteri Susi mengasuh beberapa bayi yatim di rumah dinasnya. Ia luangkan waktu untuk ikut mengasuh langsung bayi-bayi itu.
Peduli itu pula yang membuat Menteri Susi fokus mengatasi penghalang terbesar kemakmuran nelayan, yakni penjarahan laut oleh sindikat perikanan. Selain itu, ia pun fokus untuk serukan makan ikan. Program ’gemarikan’ menjadi kampanyenya.
Tak mengherankan bila Menteri Susi membuat ungkapan seru itu: ”Tidak makan ikan, ditenggelamkan.” Nah! (312)
Minggu, 09 Februari 2025
Sabtu, 18 Januari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024
Kamis, 11 Januari 2024
Senin, 30 Desember 2024
Kamis, 31 Oktober 2024
Kamis, 31 Oktober 2024