Sri Darmono
AGRONET – ’Mix farming’ dengan biosains. Sekilas itu hanya kata-kata. Hal yang biasa untuk dilakukan dalam pengembangan citra melalui permerekan, atau branding. Dalam hal ini tentu saja untuk agrobisnis campuran atau mix farming. Tetapi bagi Sri Darmono Susilo biosains memang benar-benar ia gunakan dalam beragribisnis.
Mau tahu tempatnya? Bila Anda meluncur dengan kereta api dari arah Jakarta ke timur, menjelang stasiun Cikampek terdapat jalan beraspal persis di sisi utara rel. Di situ terdapat masjid kecil, dengan kolam ikan di sampingnya. Di belakang terdapat kandang dan kebun. Sedangkan di bagian depannya terdapat rumah makan, dengan papan bertuliskan RM Ihsan-4. Di situlah tempatnya.
Darmono, nama panggilan warga Cikampek ini, tidak pernah bermimpi untuk berusaha tani. Apalagi untuk mengembangkan kekhususan dalam berusaha tani. Meskipun lahir dan besar di kampung, yakni di Boyolali, Jawa Tengah, ia tidak bercita-cita menjadi petani. Di sekolahnya, ia dikenal sebagai anak cerdas. Keluarga dan lingkungan membayangkannya bakal bekerja di tempat mapan.
Bayangan itu memang mendapatkan jalannya. Dengan kemampuan akademiknya, ia diterima di perguruan tinggi paling prestisius di Indonesia. Institut Teknologi Bandung. "Saya dari Teknik Industri angkatan 1982,” kata Darmono. Jurusan yang mendidiknya menguasai sains, yang diperlukan oleh korporasi-korporasi besar. Hal itu yang didapatkan oleh Darmono.
Segera ia diterima sebagai karyawan PT Pupuk Kujang. Korporasi besar berstatus BUMN yang yang memproduksi pupuk penopang gerakan Revolusi Hijau, atau revolusi pertanian, yang menjadi program pemerintahan Orde Baru. Di sana, Darmono kemudian tak hanya diminta mengurusi teknis soal kimia namun juga mengurusi masalah sosial. Kepekaan Darmono pada aspek sosial membuatnya ditunjuk untuk mengelola program Baitul Maal Pupuk Kujang.
Dari sanalah Darmono mulai berhubungan dengan para pelaku pembangunan masyarakat, community development. Antara lain dengan Yayasan Dompet Dhuafa. Bekerja sama dengan lembaga-lembaga itu, Baitul Maal Pupuk Kujang mulai mengembangkan program yang dipandang efektif untuk memberdayakan masyarakat. Salah satunya adalah beternak sapi, dan tentu juga kambing-domba.
Maka ia mulai berurusan dengan ternak. Ia temui peternak-peternak sukses untuk mencari tahu bagaimana dapat beternak secara efektif. ”Saya belajar dari nol,” kata Darmono. Namun, sama sekali bukan hal sulit baginya buat segera menguasai ilmu dan teknik beternak. Sebagai ’anak Boyolali’ yang menjadi pusat penghasil abon sapi itu, ternak sama sekali bukan asing baginya.
Segera ternak sapi program Baitul Maal yang dijalankannya berkembang pesat. Penguasaannya pada ilmu kimia memudahkannya memahami proses kimiawi konversi hijauan makanan menjadi daging. Pendalamannya pada teknik reproduksi, termasuk juga aspek pemuliaan ternak, makin menguatkan kesungguhannya ke dunia ternak. Ia berkali-kali mencoba sendiri mereproduksi ternak. Berkali-kali gagal pula.
Ia makin tertarik pada ternak ketika di Inggris, saat perusahaan mengirimkannya ke sana untuk melanjutkan studi. ”Domba dan sapinya bagus-bagus,” kata Darmono. Dari pendalamannya lebih lanjut, ia tahu hal yang sangat penting dalam agrobisnis adalah penerapan biosains. ”Kuncinya asam humat.” Salah satu pakar asam humat dunia disebutnya adalah seorang Indonesia pengajar IPB yang kini memilih bermukim di Kanada.
Asam humat adalah penyelamat kesuburan tanah akibat pemupukan kimia berlebihan. Meningkatkan porositas tanah, mengikat oksigen, hingga menahan air lebih baik. Salah satu sumber terpenting asam humat itu, menurut Darmono, adalah kotoran sapi. ”Sayangnya sapi kita sedikit. Australia yang punya banyak sapi,” katanya.
Selain tetap mengembangkan ternak untuk programBaitul Maal Pupuk Kujang, Darmono lalu mengembangkan usaha sendiri. Bukan hanya beternak sapi, namun usaha tani campuran atau mix farming. Pengelolaan asam humat menjadi titik sentralnya. Untuk itu pemeliharaan sapi untuk penggemukan menjadi hulu usahanya.
Prinsip yang digunakan untuk pengembangan usaha itu sederhana. Ia menerapkan kaidah paling dasar dalam konsep blue economy. Yakni bahwa sumber energi terpenting adalah gravitasi, dan kemudian matahari. Lalu air menjadi medium terbaik untuk mengangkut massa maupun sebagai pelarut. ”Selebihnya saya pakai ilmu mekanika dasar saja,” kata Darmono.
Maka ia pun membangun kandang sapi di posisi tertinggi lahan miliknya. Sebuah kandang berlantai semen dengan kemiringan landai. Kotoran akan terinjak-injak sendiri oleh sapi hingga lembut. Urin sapi sudah cukup buat mengalirkan kotoran itu ke saluran. ”Yang perlu hanya memercikkan mikroba ke lantai kandang, agar terjadi fermentasi di bak penampungnya nanti,” ucapnya.
Sapi tentu saja perlu air minum tanpa batas sehingga dapat minum kapan pun. Untuk itu, di pinggir kandang ia bangun berjajar bak minum, yang terangkai dari bawah dengan sistem bejana berhubungan. Makanan yang diberikan hanyalah cacahan dari rumput Taiwan yang disebutnya lebih dari cukup buat mencukupi kebutuhan ternak. Ia hanya memberi makanan tambahan seperlunya, dan tak memberikan suplemen berlebihan seperti banyak peternak pada umumnya.
Di samping kandang sapi, dalam jarak yang terukur cermat untuk kesehatan ternaknya, ia bangun kandang domba. Lantai kandang ia bangun satu meter di atas tanah dengan saluran air penampung kotoran di bawahnya yang bangun lebih rendah. ”Ini untuk menghindari gas dari sisa kotoran yang seting membuat kambing mati,” kata Darmono, menuturkan resepnya.
Untuk lantai kandang kambing, Darmono hanya menggunakan Bambu Petung yang telah direndam dalam kotoran kambing itu beberapa bulan. Bahan itu disebutnya sangat tahan lama, tidak pecah serta membuat bersih. Yang pasti, kandang itu memang tidak berbau sebagaimana banyak kandang pada umumnya.
Sekilas kandang tersebut tampak sederhana. Tidak terkesan mewah seperti kandang-kandang ternak pada usaha tani besar. Tapi, jika diperhatikan dengan cermat, tampak kandang itu dikembangkan dengan ketelitian ilmu. Menjadi kandang dengan efisiensi tinggi. Sedikt pekerja, sedikit enerji, dan mampu memberikan hasil tinggi.
”Ini kandang yang sudah mendapatkan sertifikasi dari Departemen Pertanian Australia,” kata Darmono. Sistem pembukuan mudah dilakukan dari kandang tersebut. Seluruh biaya sudah harus terhitung saat sapi berada di timbangan di pintu masuk kandang. Sebaliknya, nilai penghasilan sudah harus terukur saat sapi keluar. Kecermatan untuk memilih bibit akan membantu meningkatkan hasil.
Seperti saat memilih bibit sapi, Darmono akan mengutamakan sapi persilangan Brahman 3/8. Yakni sapi yang memiliki 3 bagian darah Brahman, dan 5 bagian jenis sapi lainnya. Keutamaan persilangan itu, menurut Darmono, ”Sapinya lebih nurut, konversi makanannya jadi daging lebih tinggi.”
Kotoran sapi dan domba pun dialirkan ke bak terbuka, tempat fermentasi berlangsung. Belatung yang bertumbuhan di bak itu menjadi penanda tingginya nilai gizi olahan limbah ’klethong’ tersebut. Beberapa hari di bak, limbah tersebut dapat dimanfaatkan. Ia gunakan hasil olahan limbah tersebut untuk makanan ayam, bebek, dan juga ikan. Hasilnya, ia sebut, luar biasa.
Selain itu, olahan limbah tersebut juga dialirkan ke kebun di bawahnya. Berbagai tanaman mendapatkan pupuk dari sana yang ditandai dengan remah-remah tanah hitam di setiap sisi kebun. Termasuk untuk memupuk hijauan makanan ternak. Dengan pemupukan itu, rumput Taiwan yang ditanamnya dapat mencapai tinggi lebih dari 4 meter dalam usia 50 hari.
Beberapa jenis buah pun ditanam di sana. Belum berskala komersial namun masih pada tahap uji coba. "Rasakan buah dengan pemupukan organik ini,” kata Darmono sambil menyodorkan nangka yang baru dipetik. ”Sangat berbeda kan?” Sedangkan untuk produk daging dan ikan ia gunakan untuk memasok rumah makan yang dikembangkannya. Termasuk produk bakso yang disebutnya murni dikembangkan dari daging berkualitas tinggi.
Hingga kini Darmono masih menekuni kerja profesionalnya di Pupuk Kujang. Belum bekerja penuh waktu sebagai wisausahawan agrobisnis sebagaimana banyak wirausahawan besar pada umumnya. Tetapi sosok berpenampilan sederhana ini telah membuat karya besar: Model mix farming berbasis biosains. (312)
Jumat, 21 Maret 2025
Kamis, 27 Februari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024
Kamis, 11 Januari 2024
Sabtu, 22 Februari 2025
Selasa, 18 Februari 2025
Senin, 17 Februari 2025