Yudi Supriyono Promotor Hidroponik

Kamis, 28 Desember 2017, 11:37 WIB

Yudi Supriyono di kebun hidroponik miliknya

AGRONET – Lahir dari keluarga petani di Tulung Agung membuat Yudi Supriyono sejak kecil akrab dengan dunia pertanian. Oleh sebab itu di sekolah lanjutan atas, Yudi memilih masuk ke Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA).

Namun setamatnya dari SPMA, Yudi merasa harus pindah haluan. ”Saya merasa bosan. Keluarga saya petani dan kemudian sekolah di SPMA. Paling-paling nanti di perguruan tinggi juga sama yang dipelajari,” ujar Yudi. Rasa bosan ini yang kemudian membuat Yudi pindah ke Salatiga dan mengambil jurusan ekonomi di Universitas Kristen Satya Wacana.

Setelah menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1998, Yudi mendapat pekerjaan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). ”Saya ditugasi untuk mengembangkan tanaman jarak di Lampung. Itu pada era pak Habibie,” kenang Yudi. Namun beberapa hari sebelum keberangkatannya ke Lampung, Yudi diajak seseorang untuk mengembangkan hidroponik di Parung di atas lahan seluas 4 hektar.

Sebelumnya Yudi memang pernah mengenal hidroponik, sebagai salah satu alternatif teknologi pertanian. Saat itu hidroponik belum dikenal luas seperti saat ini. Namun Yudi yakin hidroponik memiliki peluang yang sangat bagus untuk dikembangkan.

BERITA TERKAIT

Hampir selama dua tahun Yudi mendalami hidroponik dengan cara belajar dari buku, pada sarjana pertanian khususnya dari IPB, dan juga diskusi dengan para praktisi. Akhirnya pada pertengahan 2003 kegiatan komersial dimulai dengan mendirikan PT Kebun Sayur Segar dengan brand ”Parung Farm”.

Parung Farm berkembang pesat. Walaupun bukan yang pertama, namun dapat dikatakan salah satu yang terbesar dibidangnya. Aneka tanaman yang dibutuhkan rumah tangga seperti tomat,  paprika, melon, timun, sayur sawi, bayam hijau dan merah, kailan, selada, dan kangkung, dihasilkan Parung Farm.

Kegiatan Parung Farm tidak melulu hanya menanam. Sejak berdiri, telah ribuan orang datang berkunjung. Mereka adalah murid sekolah, mahasiswa S1 dan S2, dosen, penyuluh pertanian, ibu PKK, masyarakat umum lainnya. “Jika hanya ingin sekedar berkunjung kami tidak memungut biaya,” jelas Yudi.

Untuk mereka yang ingin belajar dan tertarik menanam dengan cara hidroponik, Parung Farm juga membuka kesempatan. Lokasi Parung Farm tidak jauh dari terminal Parung. Sebagai patokan di depan pintu masuk terdapat papan bertuliskan “Parung 546”.

”Satu orang pun kami layani jika ingin belajar,” ujar Yudi. Soal tenaga pengajar, jangan khawatir. Parung Farm memiliki tenaga ahli yang telah berpengalaman. Selain itu, jika ingin membeli peralatan hidroponik, Parung Farm juga dapat menyediakan sesuai dengan kebutuhan.

Parung Farm sadar betul bahwa sayuran yang dihasilkan harus lebih baik dari sayuran yang ditanam dengan konvesional. Apalagi tuntutan masyarakat saat ini lebih tinggi. Sayuran tidak hanya harus enak dan bersih, tapi juga harus bebas dari bahan kimia akibat pemakaian pestisida dan pupuk kimia.

Salah satu saran yang diberikan Yudi agar tanaman hidroponik tidak rentan diserang hama adalah lahan tidak boleh berada di lingkungan pertanian. ”Hama dari lahan pertanian dapat pindah ke lahan hidroponik kita,” jelas Yudi.

Untuk dapat memenuhi semua itu, Parung Farm hanya menggunakan pupuk dan pestisida yang bersifat alami. Pada 2010, sertifikat organik akhirnya diperoleh Parung Farm dari PT. Mutu Agung Lestari, salah satu Lembaga Akreditasi yang telah diakui dan disahkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Sertifikat organik ini mengukuhkan Parung Farm sebagai perusahaan produsen sayuran berdaun (leafy vegetables) pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat organik. Untuk menegaskan sayuran hasil panen Parung Farm benar-benar bebas pestisida, pada setiap kemasan pembungkus sayuran ditulis ”Bebas dan Tidak Mengandung Pestisida”.

Tidak hanya soal produksi, pemasaran pun digarap serius. ”Sudah tiga tahun ini saya fokus di pemasaran. Paling tidak kuliah saya terpakai,” ujar Yudi. Usaha Yudi tidak sia-sia. Paling tidak sebanyak dua belas mobil distribusi setiap harinya berangkat mengantar hasil panen Parung Farm dan mitranya ke supermarket dan toko buah di Bandung dan Jabodetabek.

Untuk memperluas pemasaran, Parung Farm juga menggandeng para petani hidroponik lain. Syaratnya, sudah barang tentu kualitas hasil panen harus sama baiknya dengan Parung Farm. Para mitra Parung Farm umumnya bertani di sekitar wilayah Bogor dan Puncak. Ini untuk memudahkan pengambilan dan pengantaran hasil panen. Tidak sedikit dari para mitra ini adalah mereka yang awalnya belajar dari Parung Farm.

Harga sayuran hidroponik di pasaran berkisar empat hingga enam kali lipat dari harga sayuran yang ditanam dengan cara konvensional. “Margin keuntungannya lebih bagus dari yang ditanam konvensional,” jelas Yudi. Namun agar kita tidak salah membeli sayuran hidroponik, Yudi menjelaskan bahwa sayuran hidroponik yang dijual selalu mengikutkan akarnya.

Yudi tidak hanya murah berbagi ilmu pada setiap orang yang membutuhkan keahliannya. Ia yang tinggal di kawasan perumahan di daerah Tajur, Bogor juga telah memberdayakan lahan tidur milik pemerintah daerah seluas 1.000 meter persegi, menjadi pertanian hidroponik. Sebelumnya lahan itu tak terurus dan menjadi beban masyarakat sekitarnya karena harus membersihkan secara rutin agar tidak menjadi semak belukar. Di tangan Yudi, lahan itu menjadi produktif dan berguna bagi masyarakat sekitarnya.

Bertani dengan cara hidroponik saat ini telah banyak dipilih oleh mereka yang hanya sekedar hobi atau juga yang serius mengembangkan sebagai sumber penghasilan. Ceruk pasarnya yang masih besar membuat usaha hidroponik dapat memberikan keuntungan yang menggiurkan. Apalagi rasa sayuran hidroponik juga lebih enak. “Lebih crispy,” ujar Yudi. (020)

BERITA TERKAIT