Pemerintah mencanangkan dua strategi untuk mencapai swasembada gula 2024.

Sama-Sama Manis, Ada Bedanya Dua Jenis Gula Ini

Jumat, 17 Februari 2023, 01:13 WIB

Gula rafinasi (kiri( dan gula mentah | Sumber Foto:Romain Behar/wikimedia

 

AGRONET – Sama-sama gula dan memiliki rasa manis, namun gula kristal rafinasi (GKR) dan gula kristal putih (GKP) ternyata memiliki perbedaan. Perbedaan itu terutama terkait asal bahan baku dan tata niaganya.

GKR yang menggunakan bahan dasar raw sugar impor diolah di dalam negeri. Gula jenis ini menjalani proses jual dan beli disecara business to business. Artinya, GKR harus dijual langsung kepada industri makanan dan minuman dan tidak boleh dijual kepada konsumen. Jika melanggar atau hasil produksi GKR merembes ke pasar konsumsi, maka pelaku industri GKR dapat dikenai sanksi tegas.

Kementerian perindstrian mencatat, saat ini terdapat 11 pabrik gula rafinasi di Indonesia. Laporan Jurnal Gula oleh Nusantara Sugar Community menyebutkan, pada 2022 sampai dengan September 2022 impor raw sugar sebesar 3.105,77 juta ton. Hasil produksi GKR sebanyak 2.644,54 juta ton.

 

Bahan baku gula tebu

Sedangkan GKP berbahan baku dari gula tebu di pabrik gula dalam negeri. Hasil produksinya dalam dijual langsung kepada konsumen atau di pasar tradisional.

 

Laporan Gabungan Pengusaha Gula Indonesia (Gapgindo)meyebutkan, kebutuhan gula 2022 mencapai sekitar 6,48 juta ton, terdiri atas 3,21 juta ton GKP dan 3,27 juta ton GKR. Sayangnya, ada celah yang masih belum terisi untuk memenuhi kebutuhan gula sekitar 850.000 ton untuk gula konsumsi dan 3,27 juta ton untuk gula rafinasi.

 

Demi kemandirian produksi gula, pemerintah menetapkan target yaitu swasembada gula pada 2024. Beberapa waktu lalu, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan) Ardi Praptomo menyatakan bahwa pemerintah menyiapkan dua strategi untuk mencapai target swasembada GKP.

“Upayanya melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi,” ujarnya, yang dikutip Indonesia.go.id, Juni lalu.

Strategi ekstensifikasi dilakukan dengan perluasan lahan tebu seluas 75.000 hektare. Selain itu, batas minimum produktivitas lahan adalah 85 ton per hektare dengan rendemen 8 persen--8,5 persen.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan, terjadi peningkatan area seluas 36.000 hektare selama periode 2019--2021 dari 411.000 hektare menjadi 447.000 hektare. Kementan juga mencatat adanya penambahan luas lahan tebu sebanyak 5.000 hektare pada periode 2021 sampai dengan tahun berjalan 2022.

Sedangkan strategi intensifikasi dilakukan melalui identifikasi lahan baru potensial di sejumlah lokasi. Lahan baru itu diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi gula konsumsi. Tidak itu saja, selain terus menggenjot perluasan lahan, pemerintah pun mendorong swasta untuk melakukan investasi di pabrik baru. *