Buah Impor tak Berkompetisi Langsung dengan Buah Lokal

Jumat, 20 September 2019, 02:25 WIB

Aktivitas di sebuah grosir jual beli buah lokal. | Sumber Foto:Agronet/360

AGRONET -- Sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan plasma nutfah terbesar di dunia, Indonesia menjadi tempat tumbuh berkembangnya aneka buah-buahan tropis. Meskipun aneka buah tropis tersedia di Indonesia, namun impor buah-buahan, terutama dari negara-negara subtropis, masih tetap ada.

Menurut data BPS, impor buah tahun 2018 mencapai 646.223 ton senilai US$ 1,26 miliar. Sementara ekspornya mencapai 893.539 ton senilai US$ 63,25 juta atau Rp 893,65 miliar. Sepanjang semester I 2019 (Januari-Juni 2019) volume impor buah tercatat 283.078 ton atau turun dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 313.835 ton. Tahun 2018 lalu, impor buah pir menempati urutan pertama sebanyak 186 ribu ton, disusul apel 165 ribu ton, dan anggur 105 ribu ton.

Direktur Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Liferdi Lukman menjelaskan, mayoritas buah-buahan impor adalah jenis buah subtropis, di antaranya pir, anggur, jeruk, dan apel. “Impor buah-buahan dari negara-negara subtropis, seperti Cina, Amerika Serikat, dan New Zealand tak bisa dihindari. Importas buah, kata dia, merupakan konsekuensi logis dari sistem perdagangan bebas dunia.

“Buah pir, jeruk mandarin, apel merah dan kiwi memang tidak diproduksi di Indonesia, jadi kalaupun impor tidak berkompetisi langsung dengan buah produksi petani lokal,” kata Liferdi di Jakarta, Kamis (19/9).

Liferdi melanjutkan, dibandingkan dengan produksi buah lokal yang mencapai 21 juta ton, volume impor buah-buahan hanya mengisi sekitar 3 persen. Itupun didominasi buah subtropis yang jarang atau bahkan tidak diproduksi di dalam negeri.

Produksi buah tropis lokal seperti pisang, nanas, manggis, dan pepaya di Indonesia sangat melimpah, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, beberapa jenis buah tropis Indonesia, seperti manggis, durian, nanas, mangga, dan pisang sudah banyak mengisi pasar ekspor. Bahkan, untuk nanas olahan, ekspor asal Indonesia mampu merajai pasar dunia.

“Kita akan tata dan bangun kawasan buah skala korporasi untuk memperkuat ekspor buah tropis kita,” ujar Liferdi.

Menurut Liferdi, masyarakat tidak perlu terlalu restriktif terhadap impor buah-buahan subtropis. Hal yang lebih penting justru menggenjot realisasi ekspor dan bersama-sama mengedukasi masyarakat untuk gemar mengkonsumsi buah-buahan tropis lokal. Dengan begitu, buah tropis bisa menjadi raja di negerinya sendiri. Selain petani diuntungkan, masyarakat pun bisa memperoleh manfaat dari buah lokal segar yang dinilai lebih fresh, bergizi, sehat, bercitarasa eksotik dan aman dikonsumsi dibanding buah impor yang mungkin sudah disimpan cukup lama.

“Pada gilirannya, ekonomi nasional pun akan semakin kuat,” ujar Liferdi mantap.

Ketua Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah Indonesia (AESBI) Sandy Widjaja, mendukung upaya pemerintah mengembangkan kawasan buah berorientasi ekspor, mengingat besarnya pangsa pasar ekspor buah-buahan tropis asal Indonesia. “Kita tahu Cina dengan 1,3 miliar penduduknya masih sangat terbuka luas pasarnya. Mereka gemar sekali buah-buahan tropis. Sementara kita sekarang baru bisa pasok manggis, salak dan pisang. Untuk durian masih banyak dipasok dari Thailand dan Malaysia,” ujar Sandy.

Sandy melanjutkan, sudah saatnya pemerintah bersama-sama membangun kawasan buah ekspor dalam skala luas. Kawasan itu harus memenuhi unsur 3K, yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. “Faktor kuantitas sangat penting untuk kita bisa dorong protokol ekspor buah tropis kita,” kata Sandy.

Menurut Sandy, untuk membangun kawasan buah ekspor skala luas diperlukan dukungan berbagai pihak. Harus pula ada insentif khusus agar harga jualnya menguntungkan petani. Sistem distribusi dan teknologi pascapanen pengangkutan pun penting diperhatikan karena buah-buahan pada dasarnya komoditas yang mudah rusak,

“Konsep pengembangan buah korporasi yang didesain Ditjen Hortikultura Kementan sangat relevan menjawab tantangan ekspor. Ini yang harus terus ditumbuhkan,”  imbuhnya. (360)

BERITA TERKAIT