Konawe Selatan Didorong Jadi Lumbung Hortikultura Sultra

Senin, 04 November 2019, 07:30 WIB

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto (kiri) berbincang dengan petani saat melakukan kunjungan kerja ke tiga lokasi sentra pertanian hortikultura di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Minggu (3/11). | Sumber Foto:Agronet/360

AGRONET -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong Kabupaten Konawe Selatan menjadi lumbung komoditas hortikultura di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Potensi pertanian Konawe Selatan dinilai cocok untuk mendongkrak produktivitas beragam komoditas sayuran utama seperti cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan tomat.

Guna mewujudkan visi tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto melakukan kunjungan langsung ke tiga lokasi sentra pertanian hortikultura di Konawe Selatan. Kunjungan dilakukan di sela-sela kesibukannya mengawal peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-39 yang digelar di Kendari. Adapun tiga lokasi yang dikunjungi pria yang akrab disapa Anton sepanjang Minggu (3/11) yakni Desa Tanea dan Desa Lamomea di Kecamatan Konda serta Desa Jati Bali di Kecamatan Ranomeeto Barat.

Dalam kunjungannya itu, Anton didampingi Direktur Perbenihan Hortikultura Sukarman, Direktur Perlindungan Hortikultura Sri Wijayanti Yusuf, Sekretaris Ditjen Hortikultura RR. Liliek Srie Utami, Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra Laharuna, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Hortikultura Konawe Selatan Nana Sudarna, serta Kepala Bidang Hortikultura Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra Asmianto.

Di lokasi pertama yang dikunjungi rombongan di Desa Tanea, Anton menemui dan berdiskusi langsung dengan para petani bawang merah yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Makmur pimpinan A Sopari. Di lokasi ini, para petani tengah mengembangkan budidaya bawang merah varietas lokananta dengan teknik tanam biji (persemaian).

“Kita memang mendorong penanaman bawang merah dengan biji seperti ini di seluruh daerah sentra bawang merah di Indonesia. Hasilnya lebih bagus dan efisiensi biaya lebih murah. Kita ingin kebiasaan menanam bawang merah menggunakan umbi mulai ditinggalkan,” ujar Anton.

Adapun untuk Konawe Selatan, potensi lahan yang ada cukup potensial untuk bisa meningkatkan produksi bawang merah guna pemenuhan kebutuhan 315 ribu jiwa penduduknya. Saat ini, kata Anton, kebutuhan bawang merah Konawe Selatan mencapai 865 ton per tahun. Kebutuhan tersebut bisa terpenuhi apabila ada 96 hektare lahan yang ditanami bawang merah dengan pengaturan 15 hektare lahan panen setiap bulannya.

“Kalau sekarang produksi bawang merah Konawe Selatan baru 65 ton dengan luas lahan tanam baru 7 hektare. Ini potensi yang masih sangat lebar untuk pengembangan bawang merah,” ujar Anton.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Hortikultura Konawe Selatan Nana Sudarna menyatakan, sudah ada grand planning pengembangan bawang merah di Konawe Selatan di Kecamatan Konda, Tinanggea, dan Ranomeeto Barat.

“Ke depan kita kembangkan bawang merah di kecamatan-kecamatan itu dengan potensi lahan 28 hektare. Selama ini, bawang merah untuk Konsel didapat dari Sulawesi Selatan. Kita ingin tanam bawang merah besar-besaran,” kata Nana.

Direktur Perlindungan Hortikultura Sri Wijayanti Yusuf menambahkan, Kementan siap mendukung cita-cita swasembada bawang merah Konawe Selatan dengan mengalokasikan bantuam berupa benih biji dan pendampingan terhadap petani.

“Kenapa APBN harus membantu benih biji? Karena kita ingin ketergantungan terhadap umbi bisa hilang sekaligus petani mendapatkan benih pabrikan yang harganya lebih stabil,” ujar Yanti.

Ketua Gapoktan Harapan Makmur A Sopari mengaku senang dengan inisiasi Kementan mengembangkan bawang merah di Konawe Selatan. Apalagi, hasil budidaya bawang merah cukup menggiurkan dengan keuntungan mencapai puluhan juta rupiah per hektare.

“Petani itu mudah sebenarnya, lihat yang sudah jalan. Kalau menguntungkan, pasti banyak yang ikut,” kata Sopari seraya berharap Kementan bisa juga memberikan bantuan berupa sarana alat pertanian penunjang, seperti traktor roda empat atau roda dua pengolah lahan, kultivator pembuat bedeng, dan pompa air/pipanisasi.

Product Promotion PT East-West Seed yang mendampingi petani bawang merah di Desa Tanea Ambo Amsar mengatakan, nilai ekonomi budidaya bawang merah tidak bisa dipandang remeh. Menurut Amsar, kebutuhan biaya produksi bawang merah per hektare berkisar antara Rp 35 juta sampai Rp 40 juta.

Dengan kalkulasi produksi 18 sampai 25 ton per hektare dan harga jual Rp 20 ribu per kilogram, petani bisa mendapat untung di atas Rp 200 juta. “Ya memang hitungannya seperti itu. Untungnya bisa ratusan juta,” kata Amsar. (360)