Bucephalandra, Tanaman Air Kalimantan yang Digemari di Asia-Amerika

Sabtu, 23 Mei 2020, 20:46 WIB

Tanaman hias Bucephalandra. | Sumber Foto: Humas Ditjen Hortikultura

AGRONET -- Kenal dengan tanaman air Bucephalandra atau yang biasa dikenal Buce? mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Tetapi tanaman yang tumbuh di pedalaman hutan ini amat familiar di Borneo atau Kalimantan.

Buce merupakan salah satu tanaman air bernilai ekonomis tinggi. Dari beberapa informasi, di Amerika saja para aquascaper harus merogoh koceknya sebesar 70 $ US untuk satu rumpun kecil Bucephalandra. “Tanaman ini harus diimpor langsung dari Indonesia. Selain itu pertumbuhannya cenderung lambat. Ini sebenarnya jadi peluang,” ujar Direktur Perbenihan Direktorat Hortikultura Kementan, Sukarman, Sabtu (23/5).

Dia mengungkapkan, awalnya Buce hanya didapatkan di alam Borneo. Tingginya permintaan pasar terhadap tanaman ini membuat pelaku usaha membudidayakannya di luar habitat aslinya. Kini, budidaya Buce sudah dilakukan di Bogor, Cirebon, Madiun, dan termasuk di wilayah Kalimantan sendiri.

“Potensi pengembangan masih terbuka luas. Sebagaimana arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, tanaman seperti Buce harus terus didorong untuk pasar ekspor,” tambah Sukarman

Dijelaskan Suarkman, merujuk data unit Pelayanan Rekomendasi di Direktorat Jenderal Hortikultura, hampir setiap hari ada usulan permohonan ekspor tanaman tersebut. Mulai dari Amerika, Peru, Vietnam, Hongkong, Jepang, dan Korea. “Saat ini terdapat 16 pelaku usaha yang aktif mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat ijin pengeluaran/ekspor untuk benih Bucephalandra,” kata Sukarman.

Dia memaparkan, dari hasil wawancara dengan beberapa penggiat tanaman ini, untuk harga saat ini di Kalimantan per kg Rp 500.000- 800.000. Untuk jual di luar Kalimantan Rp 500.000-Rp 1.000.000 (tergantung jenisnya).

Informasi yang didapat dari 2 pelaku usaha, untuk Bucephalandra memiliki nilai jual di dalam negeri Rp 2.500-10.000/pcs/rhyzome/batang (tergantung jenisnya). Untuk nilai ekspor per pcs/rhycome/batang 0.5-0,72 dollar, sedangkan per rimpang/clump 1.20-1.50 dollar.

"Jadi jika dihitung nilai ekspor di tahun 2020 hingga bulan mei saja sudah mencapai 2.649.277 pcs yg bernilai sekitar 1.324.638,- s/d 1.907.479 USD," ungkap Sukarman.

Bucephalandra adalah salah satu jenis tanaman semi aquatic yang sedang jadi primadona pecinta aquascape di Amerika dan utamanya Jepang. Daunnya yang hijau segar, ungu dengan bunga putih yang elok. Tanaman ini mudah perawatan namun lamban pertumbuhannya.

Bentuk daun dan warna yang elegan membuat tanaman ini menjadi target perburuan para aquascaper seantero dunia. Eksotik dan endemik Pulau Borneo membuat tanaman ini menjadi magnet para kolektor aquatic plant di seluruh dunia.

Kendati saat ini tengah pandemi COVID-19, ekspor tanaman hias tetap mengalir. Dari data Surat Ijin Pengeluaran benih yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Hortikultura pada 2020, hingga pertengahan April terdapat ijin pengeluaran sebanyak 300 ribu pieces.

Permohonan ekspor terhadap jenis jenis tanaman hias lainnya diantaranya Bucephalandra, Anubias, Krokot, Ammania, Aponogeton, Carolina, Bacopa, Cabomba, Blyxa, Keladi, Cryptocoryne, Ceratophyllum, Echinodorus, Cyperus, Egeria, Eriocaulo, Glossostigma, Eleocharis, dan masih banyak jenis tanaman hias lainnya.

“Mungkin belum familiar, ternyata memiliki peluang pasar ekspor menjanjikan. Hanya dalam kurun satu minggu yakni di akhir April, tercatat ijin ekspor yang telah dikeluarkan untuk jenis jenis tanaman tersebut termasuk Bucephalandra mencapai 9 juta tanaman," beber dia.

“Potensi tanaman hias lokal sangat menjanjikan. Angka permohonan ekspor benih terus- menerus meningkat. Bisnis ini punya peluang besar dan tentunya dapat menaikan neraca perdangan dalam negeri,” tutup Sukarman. (139)