Pentingnya Informasi Iklim untuk Budidaya Hortikultura yang Adaptif

Selasa, 14 September 2021, 21:41 WIB

Aneka produk hortikultura. | Sumber Foto:Kementan

AGRONET -- Tanggap iklim adalah satu hal yang penting dalam perlindungan dan budidaya hortikultura. Ini termasuk salah satu keberhasilan pelaksanaan Kampung Hortikultura yang menjadi program strategis prioritas Kementerian Pertanian dengan luasan 5-10 hektare yang berupa akumulasi parsial lahan dalam satu wilayah desa. Hingga kini, Kampung hortikultura terdapat sebanyak 1345 kampung yang tentunya tersebar di 31 provinsi.

Karena itu penyebarluasan informasi iklim bagi petani, penyuluh bahkan masyarakat umum yang tertarik pada budidaya hortikultura dan dunia pertanian pada umumnya harus terus dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Seperti cita-cita yang kerap disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yaitu mewujdukan pertanian maju, mandiri, dan modern dengan langkah cerdas, tepat, dan cepat.

“Bertindak cerdas, tepat dan cepat dalam mencapai kinerja yang lebih baik (Maju), mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki (Mandiri), serta memanfaatkan kekinian teknologi (Modern),” tutur Syahrul Yasin Limpo.

Direktur Perlindungan Hortikultura, Inti Pertiwi, menyampaikan bahwa dalam pengembangan kampung hortikultura terdapat kebijakan operasional perlindungan tanaman hortikultura yang dilakukan melalui beberapa pendekatan. Antara lain pendekatan sistem PHT (Pre-emtif dan Kuratif) berupa gerakan pengendalian OPT, penerapan PHT (PPHT), Penguatan Kelembagaan - Klinik PHT serta Penanganan DPI.

“Walaupun perubahan iklim tidak bisa dihindari dan dampaknya pasti akan terjadi, namun kita dapat meminimalkan dampak perubahan iklim tersebut menjadi suatu proses yang dapat diadaptasi,” kata Inti di Jakarta, Kamis (9/9).

Dia menerangkan, dampak perubahan iklim terhadap tanaman hortikultura antara lain berpengaruh pada pola curah hujan dan sifat hujan, peningkatan suhu udara dan permukaan air laut serta peningkatan suhu udara yang dapat memicu kekeringan. Dari beberapa hal tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai strategi bagaimana dampak tersebut tidak banyak mengganggu pengelolaan budidaya hortikultura. Selain itu beberapa strategi untuk menyikapi perubahan iklim harus adanya antisipasi, adaptasi, dan mitigasi.

“Pada aspek pemanfaatan informasi yang sudah dilakukan oleh Ditjen Hortikultura, tercatat bagaimana dapat memprediksi dampak perubahan iklim yang akan terjadi pada dua sampai tiga bulan kedepan serta memberikan rekomendasi kepada Direktorat Teknik untuk mengantisipasi hal yang akan terjadi dan diakibatkan oleh perubahan iklim. Adapun data selengkapnya dapat diakses melalui portal web www.bmkg.go.id dan www.balitklimat.litbang.pertanian.go.id,” paparnya.

Pakar dari Universitas Gadjah Mada, Andi Trisyono menebutkan tanaman hortikultura bawang merah dan cabai adalah beberapa contoh tanaman hortikultura yang mudah mengalami rusak berat apabila terdampak perubahan iklim.

“Pernah suatu ketika bawang merah berumur 40 hari dalam satu kelompok tani seluas 20 hektare. Awalnya tanaman masih berwarna hijau tiba-tiba terserang beberapa hama akibat datangnya perubahan iklim,” ujarnya.

Meski demikian, Andi mengatakan adanya perubahan iklim tidak selalu berdampak negatif. Iklim dapat pula bermanfaat pada pengelolaan OPT, seperti ramalan musim sebagai pemilihan varietas tanaman yang cocok dengan kondisi lingkungan tertentu. Selain itu untuk mengetahui kelembaban udara untuk memanipulasi kondisi lingkungan penana. Suhu udara pada kondisi iklim tertentu dapat mensinkronisasikan waktu penyemprotan pestisida serta prediksi hujan dan kecepatan angin untuk mengetahui pemilihan formulasi pestisida.

Adapun untuk mengupayakan dampak perubahan peran iklim dalam pengelolaan tanaman hortikultura agar tetap stabil dan meminimalisasi dampak buruknya perlu adanya beberapa cara yang berkesinambungan seperti monitoring, model development, modified ipm practices, pest management in changing climate.

"Monitoring itu tetap penting, tentunya dengan teknologi saat ini kita bisa memasang sensor agar dapat terus memantau suhu, kelembaban dan faktor lainnya dalam pengelolaan secara realtime. Oleh sebab itu perlu dikembangkan model yang bisa digunakan modifikasi, praktek-praktek pengelolaan hama khususnya dikaitkan dengan permasalahan iklim,” terangnya.

Pada dasarnya iklim bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi pola distribusi, namun ada beberapa faktor lainnya seperti jenis tanah, lingkungan, keberadaan inang, serta musuh alami. Iklim adalah komponen yang memiliki ketersediaan data yang cukup tinggi untuk mengestimasi potensi pola persebaran OPT.

Padar dari IPB, Putu Santikayasa mengatakan pentingnya pemahaman dasar apa itu iklim dan cuaca. Iklim dijelaskan sebagai nilai statistik dalam jangka panjang dari kondisi cuaca dari waktu ke waktu. Cuaca yaitu kondisi parameter atmosfer pada waktu dan lokasi tertentu. Sementara perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada nilai statistik kondisi atmosfer dari suatu wilayah.

Putu menjelaskan, pemodelan spasial pola sebaran OPT berdasarkan parameter cuaca/iklim dalam pengelolaan DPI. Diperlukan database untuk informasi serangan OPT dari waktu ke waktu yang terintegrasi. Selain itu pemodelan untuk melengkapi data yang tidak tersedia serta penyusunan sistem peringatan dini terintegrasi OPT yang bisa diakses secara bebas berdasarkan faktor iklim secara umum dan spesifik lokasi.

"Pentingnya untuk menyatukan beberapa serpihan-serpihan data dan pengetahuan yang masih tersebar dalam satu sistem terintegrasi serta terstruktur yang nantinya bisa digunakan oleh masyarakat," ujarnya.

Berdasarkan pengalaman dari petani milenial, petani milenial Rizal Fahreza yang bergabung dalam pola inklusif pertanian berbasis closed loop yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian stakeholder berkisah banyak tentang kesuksesan dirinya.

Dirinya mengatakan budidaya pertanian memerlukan penguatan sisi sarana produksi, pemasaran dan pelatihan SDM yang menjadi faktor kunci keberlangsungan program. Selain itu moda transportasi perlu terus dikembangkan.

"Harapannya dengan pengalaman yang saya peroleh, sehingga bisa kritis dan sinergi dengan program yang ada di Kementerian serta dapat berkolaborasi membangun pertanian dari desa," pungkasnya. (139)