Menyeruput Kopi Indonesia di Shibuya

Kamis, 15 Oktober 2020, 12:32 WIB

Shibuya, jantung kota Tokyo yang tak pernah tidur. | Sumber Foto:wikipedia

 

Lewat senja. Lelah menyaksikan aneka gaya fasion jalanan di Harajuku sepanjang petang, mengantarkan kaki ke sebuah brewery kopi.  Tidak jauh dari patung Hachiko sang anjing setia di pelataran stasiun Shibuya itu. Hanya sekitar 300-an meter.

Lampu kota telah menyala. Warna-warna neon reklame membuat malam terasa hangat. Padahal dingin udara merayap ke kulit, menyusup di balik baju luar yang tipis. Kedai kopi ini tidak besar. Juga jauh dari kesan mewah.  Namun terasa sangat nyaman.

Seluruh kursi kedai penuh terisi. Saat dua atau tiga orang beranjak pergi, pengunjung lain segera menempatinya.  Silih berganti. Tak sedikit yang tak sempat menyandarkan punggungnya sebentar di sana.  Mereka memilih menyangking kopi keluar.

Lalu Lalang manusia seperti tanpa henti. Dengan segala macam coraknya. Shibuya mungkin memang tak pernah tidur. Tampak sangat sibuk yang entah kenapa tak membuat penat buat melihatnya. Apalagi kini aroma Arabika mulai membuai indera perasa. Semilir sejuknya Gayo, Aceh seperti terasa di sana. Di Shibuya.

Alhamdulillah. Kopi specialty kita, Indonesia, ada di sana.  Di jantung kota Tokyo itu. Itu bukan satu-satunya kafe yang menawarkan kopi specialty Indonesia. Ada beberapa tempat lain di ibukota Jepang yang serupa. Hal yang membuat warga Tokyo, dan kota besar lain di Jepang, tahu kalau kopi specialty ya identik dengan Indonesia.

Tokyo dengan Shibuya-nya tentu bukan satu-satunya tempat bagi kopi specialty Indonesia buat berpijak. Kedai kopi serupa tersebar di seluruh kota besar lain di dunia. Di jantung New York, Paris, London, Sidney, Hongkong, Shanghai, Rio de Janeiro, Istanbul, Milan, Barcelona, St Petersburg, hingga kota wisata Santorini.

Para penggemar kopi dunia tahu bahwa kopi specialty ya memang Indonesia. Seperti diingatkan oleh Irfan Helmi, pemilik Anomali Coffee, “Indonesia adalah negara dengan kopi specialty terbanyak di dunia.”  Maka, jangan mengaku penggemar kopi bila belum meluangkan waktu buat merasakan beragam kopi specialty Indonesia secara rutin.

Thailand sukses untuk selalu ada di kepala warga dunia antara lain karena diplomasi makanan. Mereka berhasil menghadirkan resto Thai di seluruh penjuru dunia. Tidak ada warga dunia yang tidak tahu makanan Thailand. Lalu, Thailand pun, menjadi altenatif utama banyak warga dunia buat destinasi wisata di tropis.

Kita, Indonesia, juga memiliki modal buat menaklukkan dengan kopi. Kita memang sudah mulai kalah dari Vietnam dalam hal kopi buat industri. Walaupun dalam urusan kopi sejatinya Vietnam belajar dari kita. Tetapi Indonesia memiliki ragam kopi premium yang unggul, dan tak akan tertandingi bila kita sungguh-sungguh terus mengembangkannya.

Lembaga pendukung untuk pengembangan kopi Indonesia tersedia sejak lama. Kementerian Pertanian tentu tidak pernah menutup mata dengan komoditas strategis ini. Ada lagi Dewan Kopi atau Dekopi yang juga dipimpinan oleh mantan Menteri Pertanian. Anton Apriyantono. Belum lagi para patriot kopi dari seluruh wilayah Nusantara yang begitu gigih menduniakan kopi Indonesia.

Dengan kerja keras seluruh pihak itu semestinya tak sulit membuat kopi Indonesia berjaya di dunia.  Hingga kopi Indonesia menyebar ke seluruh negara. Lalu setiap warga dunia mendengar nama Indonesia akan selalu terbayang kopi premiumnya yang enak. Dan setiap kali ingat kopi, mereka pun ingat Indonesia.

Kenyataan tersebut belum mewujud. Kementerian Pertanian dan Dekopi telah membangun kerja sama dalam beberapa tahun terakhir. Namun kerjasamanya lebih sebatas formalitas buat memberi legitimasi keberadaan Dekopi. Belum sungguh-sungguh buat memajukan Indonesia di mata dunia dengan kopi premium sebagai ujung tombaknya.

Formalitas itu sudah berlalu, dan memang biarlah berlalu. Saatnya untuk membangun sinergi baru, yang –mudah-mudahan—memang diawali dengan kerja sama dua belah pihak di Oktober ini. Di Bulan Sumpah Pemuda. Kini Kementerian Pertanian dan Dekopi kembali duduk bersama.

Bagi Menteri Syahrul Yasin Limpo, ini kesempatan berharga untuk mengukir sejarah. Sudah sangat biasa kementerian bangga dengan kerjanya menurut ukuran sendiri. Ukuran formalitas. Juga pencitraan untuk jangka yang sangat pendek. Lebih buat memenuhi kaidah penyerapan anggaran.  

Padahal pendekatan seperti itu –untuk saat ini—sebenarnya sudah “sangat primitif.” Hanya negara berkembang yang menggunakannya. Bukan negara maju. Menteri Syahrul tentu tak ingin ikut melanggengkan sistem administrasi birokrasi primitif yang masih didewakan hingga saat ini. Terobosan jelas diperlukan. Kopi premium dapat dipakai buat ujung tombaknya.

Pendekatan public-private partnership (PPP) dapat diefektifkan buat mengembangkan jangkauan kopi specialty Indonesia tersebut. Dengan pendekatan ini, semestinya kopi specialty kita mudah menjelajah ke seluruh penjuru dunia. Hal yang akan membuat dunia mengakui bahwa kopi specialty adalah Indonesia, dan Indonesia adalah kopi specialty.

Jika hal itu digarap dengan cermat, maka lima tahun mendatang kopi-kopi specialty Indonesia akan menjadi dewa kopi bagi seluruh penggemar kopi di dunia. Lalu menyeruput kopi Indonesia di semua kota penting di dunia, termasuk di brewery kopi di Shibuya Tokyo, tidak lagi sekadar sebagai angan-angan. Namun sungguh menjadi kenyataan.*

Zaim Uchrowi, Dewan Redaksi AGRONET

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

     

 

 

 

 

 

    

 

BERITA TERKAIT