Wayan Supadno | Sumber Foto:Dok. Pribadi
AGRONET -- Era globalisasi saat ini, sangat dituntut agar harga pokok produksi (HPP) serendah mungkin. HPP adalah indeks biaya produksi sebuah produk. Hasil bagi antara biaya dengan volume produksi. HPP rendah bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, di antaranya inovasi, infrastruktur, kemudahan usaha dan lainnya.
Skala dunia, antara Negara di atas bumi ini RRC yang dianggap sukses mampu menekan HPP sehingga jadi komandan penggerak kemajuan negara RRC tersebut. Kita tahu hampir semua produk RRC saat ini jadi market leader di banyak negara. Bagai sulapan saja. Negara maju dibuat bertekuk lutut semua.
Berikut ini contoh konkret cara memenangkan persaingan dengan cara menekan HPP baik skala makro maupun mikro usaha. Agar jadi bahan pembelajaran kawula muda. Jadi inspirasi, mawas diri, berbenah diri lalu tahu kekuatan diri sendiri dan diberdayakan (ngulir pambudi). Bisa tampil jadi insan mandiri.
1. Pelaku Agribisnis.
Tidak lagi butuh 18 orang karyawan untuk mengontrol batas lahan, mutu tanaman dan sensus populasi tanaman. Karena cukup hanya dengan 2 orang cerdas adaptif inovasi sarana laptop dan drone. Dengan begitu biaya sangat murah dan hasilnya sangat banyak, cepat dan akurat. HPP rendah. Akan makin terasa jika skala luas selama belasan tahun.
2. Industriawan Agro Inovatif.
Tidak lagi butuh 40 orang pekerja muat 200 ton/hari ke atas truk dengan anggaran Rp 5 juta/hari atau indeks Rp 25.000/ton. Karena tergantikan oleh mesin loader yang hanya habis Rp 1,4 juta/hari walaupun sama 200 ton/hari, indeks Rp 7.000/ton. Hemat Rp 18.000/ton atau Rp 3,6 juta/hari atau Rp 1 miliar/tahun. HPP rendah, laba pun tambah, 4 bulan kembali modal (ROI) karena harga hanya Rp 300 juta/unit.
3. Peternak Ikan Patin.
Sama harga jual Rp 20.000/kg orang lain hanya dapat laba 20% atau Rp 4.000/kg selama 4 bulan merawat. Tapi ada yang kreatif inovatif dapat laba bisa 40% lebih karena pakannya parsial pabrikan plus maggot BSF yang dibiakkan dari limbah. Jadilah usahanya makin cepat maju pesat. Karena HPP nya rendah, indeks biaya/kg lebih murah dari orang lain.
4. Peternak sapi.
Orang lain untuk penambahan 1 kg/ekor/hari butuh biaya Rp 30.000 karena pakan pabrikan. Yang inovatif hanya butuh Rp 3.000 saja. Karena pakan sapinya limbah dan ditanamkan hijauan hasil riset Gama Umami, Zanzibar dan Pakchong. Feses urine dinaikkan mutunya agar jadi pupuk super laku keras. Diaduk dengan Bomax dan Hormax. HPP rendah, sama jual Rp 50.000/kg sapi hidup, tapi labanya beda jauh.
5. Petani Padi.
Orang lain saat harga seperti saat ini Rp 7.500/kg, hanya dapat laba Rp 2.500/kg. Tapi ada yang berjuang menekan HPP nya hingga jadi Rp 2.000/kg, laba Rp 5.500/kg. Karena jalan dan irigasinya mantap. Lahannya diremediasi pupuk kandang 10 ton/ha ditabur bersama 100 kg dolomit/ha. Ditraktor. Lalu disemprot biang mikroba Bio Extrim dan Hormax 10 liter/ha, setelah 2 minggu baru ditanam. Pupuk kimia NPK seperlunya. Dapat 7 ton GKP/ha biaya Rp 14 juta/ha, indeks Rp 2.000/kg GKP.
6. Sebuah Negara.
Paling tidak suka saling olok - olokan, sukanya diskusi ilmu pengetahuan dan inovasi mandiri. Lalu berjuang bersinergis agar mandiri. Sadar pangan tidak boleh impor, agar tidak memakmurkan petani luar negeri. Agar tidak jadi keresahan masyarakat jika banyak impor pangan, agar masyarakat terangsang berbuat kontribusi produksi pangan.
Lalu pemerintahnya serius memperhatikan faktor - faktor yang mempengaruhi HPP agar bisa rendah. Ujungnya semua produk bisa jual murah, kompetitif dan rakyatnya sejahtera pendapatan per kapita bisa tinggi. Faktor - faktor yang mempengaruhi HPP rendah sebuah bangsa.
Faktor - faktor itu di antaranya bunga bank bukan 12%/tahun tapi hanya 2%/tahun apalagi untuk investasi, kemudahan perizinan usaha atau ekspansi usaha agar tercipta lapangan kerja, hasil penelitian dikomersialisasikan agar jadi inovasi membumi, infrastruktur area produksi pangan diperhatikan serius agar ongkos kirim murah dan pelakunya dibina agar makin produktif kompetitif.
Paling penting para kawula muda pemilik masa depan bangsa pada didorong agar mandiri nuansa inovatif. Pendidikannya bukan parameternya siap dipekerjakan lalu pada berjubel antri saat ada " Bursa Lowongan Kerja " berebut melamar kerja milik konglomerat atau PMA, yang berdampak makin menggurita usahanya.
Lalu meninggalkan yang lain di sekitarnya, terbentuklah rasio gini kesenjangan sosial ekonomi makin melebar menganga. Cemburu sosial, ancaman sebuah bangsa.
Sumber :
Wayan Supadno
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024
Kamis, 11 Januari 2024
Senin, 30 Desember 2024
Kamis, 31 Oktober 2024
Kamis, 31 Oktober 2024