Pertamina Kejar Target B20 Sawit

Rabu, 03 Oktober 2018, 11:56 WIB

Direktur Logistik Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo beserta jajaran meninjauan implementasi B20 di Tanjung Uban | Sumber Foto:Pertamina

AGRONET--Sawit makin jadi bagian dari bisnis PT Pertamina. Ini terjadi setelah pemerintah mendorong penggunaan biodiesel, yakni dengan mengharuskan minyak solar yang ada di peredaran mengandung minyak sawit sebanyak 20 persen. Jenis solar ini populer dengan istilah biodiesel 20% atau B20.

Kewajiban atau mandatori tersebut berlaku mulai tanggal 31 Agustus 2018 lalu. Terhitung tanggal 1 September tidak boleh ada lagi minyak solar murni di pasaran, melainkan harus solar yang mengandung minyak sawit tersebut. Dengan demikian, PT Pertamina pun mengkonversi minyak solarnya menjadi B20.

Seperti dikemukakan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, saat awal kebijakan itu Pertamina telah menyiapkan 60 terminal BBM, dari 112 terminal BBM yang dimiliki Pertamina, untuk memasok B20 tersebut ke SPBU-SPBU. Terminal-terminal itu telah mendapat pasokan olahan sawit berupa fatty acid methyl esthers atau FAME. Sebanyak 52 terminal BBM lainnya menyusul.

“Kita siap,” kata Nicke.  Dengan kesiapan tersebut berangsur-angsur minyak solar murni atau B0 tidak akan ada lagi di stasiun pengisihan bahan bakar untuk umum (SPBU). BO akan tetap tersedia untuk konsumen tertentu. Seperti untuk Freeport yang beralasan beroperasi di daerah pegunungan, kurang cocok bila menggunakan B20.

Beberapa jenis mesin juga disebut tetap memerlukan B0, solar murni tanpa sawit. Beberapa pengguna menyebut, bahwa B20 memerlukan filter yang berbeda dibanding solar murni untuk keawetan mesin. Namun, belum semua pengguna menyadari keperluan tersebut.

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, menekankan pentingnya kebijakan itu dilakukan. Mandatori B20, disebutnya, akan membantu untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia. Hal tersebut jelas akan menghemat devisa karena mengurangi impor minyak dari luar dan digantikan dengan sawit tersebut. Meskipun, jumlahnya baru 20 persen dari seluruh kebutuhan minyak diesel.

Selain itu, kebijakan B20 ini juga membantu usaha sawit nasional. “Dapat mengurangi stok CPO dalam negeri,” kata Darmin. Dalam beberapa waktu terakhir ini, stok CPO atau minyak sawit nasional memang berlebih. Harga sawit dunia berada di posisi rendah. Kebijakan B20 ini akan dapat membantu petani maupun korporasi sawit nasional.

Pertamina menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan tersebut. Hingga akhir September lalu, sudah 74 terminal BBM yang siap mengolah B20. Namun kenyataannya, baru sekitar 70 persen terminal BBM yang mengolah FAME menjadi B20. Pasokan FAME atau olahan minyak sawit buat biodiesel tersebut tersendat.

Di sejumlah daerah, terminal BBM Pertamina belum mendapat pasokan FAME seperti yang diharapkan. Terutama di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pertamina masih mengejar terpenuhinya mandatori B20 tersebut secara menyeluruh. Namun, hal itu tentu bergantung pada para produsen sawit yang memasoknya. (312)