Tanaman kelapa sawiit yang telah berubah menjadi lebih hijau setelah menggunakan ImproBio
AGRONET – Limbah? Dari proses pengolahan sawit sebanyak 120 ton sehari? Sekilas limbah itu hanya akan jadi beban. Kemana harus membuang limbah itu? Bagaimana mengelola dampaknya pada lingkungan? Namun di tangan PT Pinago Utama, pengelola perkebunan sawit di Sumatera Selatan, limbah sawit itu justru menjadi berkah.
Setelah bertahun-tahun meneliti dan menguji coba produksinya, kini Pinago telah mantap dengan olahan limbah itu. Yakni menjadikannya sebagai pupuk organik. Pupuk yang sekarang dikomersialkan dengan merek ImproBio. Pupuk itu kini telah dipasarkan secara komersial. Termasuk dipakai oleh dinas perkebunan provinsi setempat untuk membantu para petani kopi.
Di sejumlah kabupaten di Sumatera Selatan, para petani kopi telah merasakan manfaat pupuk organik limbah sawit tersebut. Di antaranya adalah petani kopi di Ogan Komering, Lahat, Empat Lawang, hingga Muara Enim. “Hasilnya, produksi kopi petani meningkat 30-40 persen,” kata Edwin Wijaya Kowi, ‘General Manager Commercial’ Pinago.
Edwin mengaku, kenaikan hasil produksi ini dimungkinkan karena produknya memiliki kandungan hara lengkap, mengandung bahan organik tinggi, dan diperkaya dengan mikroba bermanfaat. Dengan demikian pupuk ini mampu memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, maupun sifat biologi tanah, sehingga kesuburan dan aktivitas biologi tanah menjadi bertambah baik.
Dalam pengembangan pupuk ini, Pinago bekerja sama Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor. Juga dengan Balai Penelitian Tanah Bogor. Yakni bagaimana mendapatkan komposisi terbaik buat pupuk berbahan baku Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.
Secara teknis, seperti yang disampaikan Edwin, pupuk dibuat dengan mencacah TKKS hingga menjadi bentuk fiber dan kemudian diproses menjadi kompos berkualitas tinggi. Untuk mempercepat proses pembuatan, digunakan bakteri dekomposer. Semua itu diproses dengan mesin mutakhir hingga menjadi pupuk cair. Setelah mantap dengan produksi itu, kini Pinago tengah mengembangkan produksi ImproBio dalam bentuk granul.
Mikroba juga menjadi bagian pupuk ini, yang diharapkan bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Mikroba-mikroba tersebut adalah mikroba penambat nitrogen dari udara (Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.) mikroba penghasil hormon pertumbuhan tanaman (Pseudomonas sp. dan Bacillus sp.), mikroba pelarut fosfat (Aspergillus sp.), dan mikroba pencegah serangan penyakit tanaman (Trichoderma harzianum).
Sebagai pupuk, kandungan hara tentu yang terpenting. Dalam soal kelengkapan hara, pihak Pinago mengaku ImproBio memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk organik lain. Sejumlah hara yang disebut antara lain N, P, K, SiO2, Mg, S, Ca, Zn, B, Cu, Fe, Mn, dan Mo.
Peningkatan kapasitas tukar kation (KTK) tanah juga diperhatikan dalam pengembangan pupuk ini. Yakni untuk membuat tanaman lebih mudah menyerap unsur hara. Hasilnya, struktur tanah yang semula padat dan juga tanah lempung menjadi gembur, sedangkan tanah berpasir menjadi lebih kompak. Itu diperlukan untuk menyediakan aerasi yang baik sehingga proses fisiologis di akar dapat berjalan dengan lancar dan menjaga kelembaban. Tanah juga menjadi tidak mudah kehilangan air.
Memburuknya kualitas tanah memang menjadi persoalan pertanian di Indonesia. Pupuk kimia membuat tanah menjadi lebih keras, dan memiliki keasaman tinggi. Hal tersebut membuat porositas tanah menurun, ketersediaan oksigen bagi tanaman maupun mikrobia tanah juga menjadi sangat berkurang. Mikroba penting yang berfungsi untuk menghasilkan bahan organik di dalam tanah akan mati dan akhirnya mengurangi kesuburan tanah.
Ketersediaan hormon dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman serta menekan perkembangan dan serangan penyakit tanaman juga bagian darui pupuk ini. Kelebihan lainnya adalah kandungan asam humat yang tinggi, 10 kali lipat dari lahan gambut, sehingga mampu menahan air pada musim kemarau. Ini membuat tanaman tidak kekurangan air dan produksi masih dapat berlanjut.
Uji di berbagai jenis lahan dan tanaman juga telah dilakukan. Pada kelapa sawit misalnya. Pemakaian ImproBio membuat tanaman kelapa sawit menjadi lebih sehat. Tidak lagi tumbuh buah pasir. Kandungan mikroba Trichoderma harzianum yang terdapat dalam pupuk ini dapat mencegah serangan ganoderma pada saat replanting.
Pada tanaman karet, ImproBio dapat membuat produksi getah meningkat 55 persen. Tanaman karet yang mengalami getah mati, dapat menghasilkan getah lagi. Selain itu ImproBio dapat menurunkan kadar air getah dan mengendalikan serangan jamur akar putih (rigidoporus lignosus) pada saat replanting.
Penerapan ImproBio pada tanaman kopi memberikan hasil yang memuaskan. Buah menjadi lebih banyak dan rapat, tangkai lebih panjang, dan daun lebih hijau. Tanaman kopi juga menjadi lebih tahan terhadap penyakit (penggerek buah). Pada percobaan di lahan seluas 0,8 ha, dengan pemakaian ImproBio diperoleh hasil 3 ton per panen, meningkat jauh dibandingkan sebelum pemakaian.
Pada tanaman lada, pupuk ini membuat setiap cabang tanaman terdapat buah produktif. Pada tanaman kedelai, membuat kedelai lebih aman dikonsumsi. Sedangkan pada tanaman jagung, diperoleh daun yang lebih besar dan lebar, juga pohon lebih tinggi, dan buah jagung yang lebih besar.
Pada brokoli, pupuk ini hasil panen berukuran lebih besar. Tanaman bawang merah pun tumbuh lebih cepat dan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Pertumbuhan cepat karena ImproBio juga terjadi pada pepaya dan gaharu. Sedangkan pada padi dapat meningkatkan hasil panen 25-35 persen. Kandungan silika yang tinggi (34,51 persen) membantu pembentukan malai padi.
Saat ini Pinago Utama mampu memproduksi 3.500 ton per bulan Improbio. Dalam dalam kemasan 50 kg, Improbio dijual dengan harga Rp 230.000,- sampai Rp 250.000 ke petani. Sedangkan untuk pasar luar negeri, ImproBio dijual dengan harga 400 dolar AS per ton (FOB).
Dengan segala kelengkapannya itu, wajar bila pupuk organik ImproBio yang telah meraih ISO 9001 ini, memperoleh sertifikat dari Inofice (Indonesian Organic Farming Certification. “Ini produk pupuk organik dari tandan kosong kelapa sawit pertama yang mendapatkan Sertifikat Pertanian Organik di Indonesia,” kata Edwin. Semua itu berawal dari kejelian untuk memanfaatkan limbah sawit. (555/312)
Jumat, 21 Maret 2025
Kamis, 27 Februari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024
Kamis, 11 Januari 2024
Sabtu, 22 Februari 2025
Selasa, 18 Februari 2025
Senin, 17 Februari 2025