Maria Dyah Nur Meinita : Peneliti Rumput Laut yang Peduli Sampah Plastik

Kamis, 11 Juni 2020, 08:39 WIB

Ketua Pusat Penelitian PSBM LPPM Unsoed Purwokerto, Dr Maria Dyah Nur Meinita MSc | Sumber Foto:Dok UNSOED

AGRONET -- Talkshow virtual bertajuk “Sampah Plastik di Wilayah Pesisir dan Laut: Problematika, Regulasi dan Implementasi”,  digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kamis 4/6 lalu. 

Dalam acara yang bertujuan menyambut Hari Laut Sedunia yang diperingati setiap 8 Juni, Ketua Pusat Penelitian PSBM LPPM Unsoed Purwokerto, Dr Maria Dyah Nur Meinita MSc menyampaikan pesan pentingnya, sampah di laut adalah masalah bersama, dibutuhkan kepedulian bersama untuk menangani. “Semoga acara ini bisa menjadi acuan untuk merumuskan solusi pengelolaan dan penanganan sampah dan menggugah kesadaran seluruh elemen masyarakat,” katanya.

Dr. Maria Dyah Nur Meinita, S.Pi, M.Sc merupakan salah satu dosen berprestasi dari  Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman .Meraih gelar M.Sc dari Norwegian University of Science, Norwegia dan juga meraih gelar Doctor of Engineering pada usia 30 tahun dalam bidang Bioteknologi Rumput Laut dari Pukyong National University, Korea Selatan.  

Sejak 2002 memulai karirnya sebagai dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan, UNSOED. Aktivitas tri dharma yang dilakukannya mengantarkannya menjadi Juara 1 Dosen Berprestasi di Fakultas Perikanan dan Kelautan dan juga Juara 2 Dosen Berprestasi pada tingkat Universitas pada tahun 2015.

Penelitian yang dilakukannya di bidang bioteknologi rumput laut membawanya meraih  penghargaan UNSOED Award 2015 di bidang penelitian. Riset di bidang biotektologi rumput laut juga membawanya terpilih menjadi peneliti penyaji terbaik dalam Seminar Hasil Riset Dasar Ristekdikti yang diselenggarakan diselenggarakan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyrakat (DP2M), Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti pada tanggal 6-7 Maret 2017 di Yogyakarta

Penghargaan di  tidak hanya datang dari dalam negeri. Dr. Maria juga mengharumkan nama UNSOED di tingkat internasional dengan publikasi internasional di jurnal internasional yang membawanya masuk dalam 15 besar peneliti muda Indonesia paling produktif di bidang Marine berdasarkan Thomson Reuters.

Prestasi terkini di dunia internasional diraihnya  di Asian Pacific Phycological Forum (APPF) di Malaysia, 8-13 Oktober 2017 silam. APPF sendiri merupakan satu forum fikologi paling berpengaruh di kawasan Asia Pasifik yang diselenggarakan setiap 3 tahun sekali oleh Asian Pacific Phycological Association (APPA). Untuk memfasilitasi pertukaran gagasan penelitian terkini di bidang fikologi, dan juga memungkinkan para ilmuwan, teknologi dan pelaku industri mengumpulkan informasi tentang perkembangan terkini dalam bidang fikologi.

Dalam forum tersebut, Maria sebagai perwakilan dari Indonesia berhasil menjadi runnerup Young Women Phycologist Award. Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi yang diberikan untuk peneliti muda wanita atas capaian penelitiannya di bidang fikologi. Prestasi tersebut merupakan hasil penilaian dewan juri terhadap konsistensi dan capaian penelitian yang dilakukan Dr Maria di bidang fikologi dan telah menghasilkan 12 jurnal internasional terindeks SCOPUS selama kurun waktu 2010-2017. Seleksi para kandidat penerima award tersebut dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari para profesor di bidang fikologi yaitu Profesor Phang Siew Moi (Malaysia)dan Profesor Michael Borowitzka (Australia).

Maria mengungkapkan  ia meneliti keragaman rumput laut Indonesia baik secara morfologi maupun molekuler beserta biopotensi dan bioprospekting dari senyawa metabolit primer dan sekunder yang dihasilkan rumput laut. Yang dapat diaplikasikan di dunia industri, baik industri pangan, kosmetik, obat-obatan dan juga sebagai sumber bioenergi.

Bukan hanya itu pemanfaatan rumput laut, Maria juga meneliti produk sampingan (byproduct) yang dihasilkan dalam industri agar, karaginan dan alginat tersebut untuk dimanfatkan menjadi produk lain yang bermanfaat. Ia mengaku tertarik meneliti rumput laut, sebab rumput laut merupakan sumberdaya laut Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan. Indonesia memiliki keragaman rumput laut yang tinggi.

“Ekspedisi Snelllius yang dilakukan pada tahun 1984 berhasil menginventarisir 1750 jenis rumput laut dari beberapa daerah di Indonesia. Namun sayangnya sampai saat ini hanya beberapa jenis saja yang dibudidayakan dan dimanfaatkan,” katanya. Meskipun, baru beberapa jenis yang dibudidayakan, jumlah produksi rumput laut Indonesia cukup tinggi.

Berdasarkan data FAO, Indonesia merupakan produsen rumput laut nomor dua di dunia dengan jumlah produksi adalah 10.077.000 ton.  Jumlah produksi ini hanya berasal dari dua jenis rumput laut, yakni Kappaphycus dan Gracilaria. “Namun sayangnya jumlah produksi yang tinggi ini tidak diimbangi dengan tingkat pemanfaatannya. Sampai saat ini kita mengekspor rumput laut dalam bentuk raw (mentah) yang mengakibatkan rendahnya harga jual rumput laut,” katanya.(234)