Chef Mike Tonjolkan Cita Rasa Lokal

Minggu, 12 November 2017, 19:33 WIB

Chef Michael I Whyag | Sumber Foto:269 - agronet.co.id

AGRONET - Cita rasa lokal tidak hanya disajikan dengan memasak makanan lokal saja.  Sah sah saja menambahkan bahan-bahan lokal atau rempah ke dalam sajian internasional bercita rasa tinggi.  Chef Michael I Whyag melakukannya.  “Makanan saya selalu humble, diproduksi secara lokal dan menggunakan ramuan tradisional,” ujar Chef Mike, begitu ia kerap disapa.

Eksekutif Chef di Bajo Bay Fisherman’s Club ini menyajikan hidangan yang bersumber dari produk lokal terbaik setiap harinya.  Ia pun kerap terjun langsung setiap pukul 5 pagi untuk memilih ikan segar dari nelayan.  Ikan yang diperolehnya hari ini hanya untuk digunakan hari ini saja. Esok sudah mengunakan ikan baru lagi. The best quality yang Chef Mike berikan pada klien.  Ya klien, bukan konsumen ia menyebutnya.

Klien yang datang ketempatnya 90 persen tamu asing.  Kebanyakan berasal dari Eropa yang ingin mendapatkan pengalaman bersantap masakan Indonesia. Tentunya yang enak, sehat, dan dapat dipertanggung jawabkan.  Keseriusan Bapak beranak dua dalam menahkodai Bajo Bay Fisherman’s Club menjadikan restoran ini terbaik di Pulau Flores.  Apresiasi yang berharga bagi seorang Chef.  Meski baru 1 tahun ia tinggal di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.  

Kesuksesan Chef Mike berkarya di Labuan Bajo bukanlah keberuntungan semata.  Berawal dari kecintaannya terhadap makanan dan minuman sehat menjadikan ia bermimpi untuk menjadi seorang yang profesional dibidangnya.  Kini 25 tahun sudah Chef Mike menggeluti food and beverage.

“Jodohnya bukan jadi pengusaha tapi sebagai profesional,” sebut chef yang gemar kudapan tahu ini.  Chef Mike menyadari tidak semua orang punya bakat menjadi seorang pengusaha.  “Bangunlah dirimu seprofesional mungkin.  Keberhasilan hidup itu ketika kamu bahagia,” seru Chef Mike. Bahagia itu apa sich, bahagia itu Barokah, tambahnya. 

Jatuh bangun didalam bisnis ini membuatnya terus berkarya.  Berawal dari hijrahnya ke Bali tahun 1994 sebagai seorang koki berlanjut hingga ia memiliki sebuah hotel.  Seperti yang diutarakannya, Tahun 2012 hotel itu pun tutup.  Sebelum hotel yang ia miliki benar-benar tutup, Chef Mike melakukan berbagai cara untuk mempertahankannya.

Pilihannya tidak jauh-jauh dari keahliannya. Traveling dan cooking.  Bekerja ditempat orang Tahun 2009 membuatnya kembali belajar berorganisasi.  Kelihaiannya menulis menjadinya redaktur senior di Majalah D’sari Magz.  Chef Mike juga dipercaya memasok catering untuk perusahaan internasional Price Waterhouse Coopers.  Rutinitasnya pun dilakukan dengan menyelenggarakan seminar yang masih dalam batas keahliannya ‘Gourmet and Table Manners’. 

Kesempatan lain pun diperoleh Chef Mike menjadi ambasador Orang Tua Group untuk produk wafer tanggo dan Mamabene.  “Saya bersama Nutrisionis Orang Tua Group meng-eduksi masyarakat untuk membedakan gula dan sakarin,” sebutnya.  Sehat itu penting, promosi yang dilakukan Orang Tau Group dan apa yang sedang Chef Mike gembar gemborkan sejalan.  Sama-sama merujuk pada makanan kesehatan.

Komunitas Organik Indonesia juga menunjuknya sebagai ambasador.  ‘Dapur sebagai family securitas’ titik tekan Chef Mike dalam komunitas ini.  Berawal dari keprihatinan Chef Mike yang saat ini jarang mendengar seorang anak merindukan masakan ibunya.  Dari situ lah Chef Mike menawarkan masakan-masakan sederhana.  Masakan berbahan lokal yang minimal dapat dimasak 1 minggu sekali saat kumpul keluarga di akhir pekan.

Chef Mike menghimbau kaum ibu untuk berhati-hati manakala menyajikan makanan untuk buah hatinya.  “Dari awal pikirkan saat menentukan makanan yang akan disajikan.  Apakah mengandung karsinogenik?” Kasian kan kalau anak-anak nantinya terkena kanker, tegasnya.

Selain kesehatan, cita rasa lokal juga menjadi fokusnya.  Keseriusnnya diwujudkan dengan menyusun sebuah buku ‘Sejarah Kuliner Indonesia’ Tahun 2010.  Tersusunnya buku ini didasari belum adanya standarisasi kuliner indonesia.  Menurut Chef Mike, Kuliner Indonesia boleh dibilang tiada ada.  Hidangan Indonesia disajikan sesuai selera masing-masing.  Nasi goreng Indonesia dari Aceh sampai Papua, memilki cita rasa yang berbeda.  Chef Mike pun mencontohkan mengolah soto yang benar, “Stok ayam menggunakan serai, sedangkan daging menggunakan lengkuas.”

Konsep ‘memasak dengan standar’ ia peroleh saat mengambil kursus singkat di Prancis Le Cordon Bleu.  “Kulinologi Kultur sebenarnya milik Itali, namun yang menjadikannya gourmat itu Prancis,” jelasnya.  Kepergiannya ke Prancis bukanlah untuk menekuni masakan Prancis. Chef keturunan multietnis ini (Padang-Cina dengan Sunda-Arab) ini tertegun dengan orang Prancis yang memiliki detail dan standar pada makanan. 

Tahun 2012, merupakan tahun yang cukup berat bagi Chef Mike.  Disaat yang bersamaan peruntungan pun datang.  Chef Mike ‘kembali ke dapur’ sebagai eksekutif Chef di Yogyakarta, Jawa Tengah.  Satu tahun berselang, Chef Mike mendapat amanah menjadi General Manajer Restoran Rempah Kita di Plaza Indonesia, Jakarta.  Tahun berganti, berganti pula domisili Chef Mike.  Chef Mike kembali ke Bali Tahun 2014, sebagai profesional chef dan juga konsultan.  Membantu para pengusaha yang ingin membuka restoran. 

Bisnis usaha makanan sama seperti bisnis lainnya.  Menjanjikan usaha yang besar, disaat yang sama juga penuh resiko.  Tidak hanya enak, makanan yang disajikan juga harus bersih, well prepared, sehat, dan yang pasti memahami cita rasa lokal. 

Dirasa cukup melanglang buana, September 2016, Chef Mike memantapkan hati untuk singgah di pulau yang indah.  Ujung Barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.  Disanalah sajian yang fresh, sesegar suasana di Teluk Labuan Bajo dihidangkan.  Ingin merasakan kenikmatan sajian Chef Mike? “Presiden Jokowi saja datang ke Labuan Bajo, masa situ nggak,” ajak Chef Mike. (269)

BERITA TERKAIT