Haji Jupri Juragan Sapi

Minggu, 02 Juli 2017, 20:38 WIB

Ahmad Jupri

AGRONET -- Ahmad Jupri, lebih dikenal dengan panggilan Haji Jupri, memang juragan sapi. Lahir di Bekasi, 30 Mei 1980, ia berasal dari keluarga buruh tani. Bekerja keras memang menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil. Di usia 8 tahun, Jupri ia sudah menjadi buruh di kandang ayam. Hal itu dilakukannya sepulang sekolah. Menggembala kerbau di sawah juga biasa dilakukannya.

Sekolah sambil bekerja ini tidak membuatnya berkecil hati. Ia justru semangat untuk belajar hingga menyelesaikan meraih sarjana. Sarjana Ekonomi Akuntansi lulusan Universitas Krisnadwipayana ini enggan untuk mencari kerja selepas kuliah. ”Saya ‘nggak’ mau bekerja, saya pikir kalau saya bekerja terpengaruh pada sistem,” ujarnya. “Kalau teman-teman sibuk cari kerja, siapa yang mengembangkan dunia usaha?”

Pria asli Kampung Cikunir, Jaka Mulya, Bekasi Selatan ini memilih untuk menjalankan usahanya sendiri. Bermula pada Februari 2005 sepekan sebelum lepas almamater atau saat masih jadi mahasiswa. Berdua dengan adiknya, ia menjalankan usaha penggemukan ternak sapi. Modalnya 7 ekor sapi atau setara Rp 18 juta saat itu. Ia mengaku sering dicemooh dan dicibir. Terutama saat membuat kandang kecil dangan sangat sederhana. Namun hal tersebut tidak menjadi penghalang buat menjalankan usaha.

Tantangan justru datang 6 bulan kemudian. Yakni saat Haji Jupri hendak menjual sapi hasil penggemukannya. Ternyata sulit untuk menjual 7 ekor sapi. Salah seorang rekannya memberi tahu jika menjual 100 ekor sapi itu lebih mudah. Hal inilah yang memotivasi Haji Jupri untuk mengembangkan usahanya. Haji Jupri menjadi tahu bahwa skala usaha juga penting dalam beternak.

Jalan terjal menjadi juragan sapi itu terus ditekuninya. Untuk mengembangkan jumlah sapinya, mula-mula ia mengajak teman kuliah serta dosennya untuk berinvestasi. Hasilnya, ia pun mengelola 40 ekor sapi. Di tahap berikutnya, jumlah sapinya menjadi 100 ekor. Kini, lebih dari 10 tahun kemudian, sapinya telah mencapai 700 ekor.

Berawal dari beternak disekitar kampung Cikunir, kini usaha penggemukan sapi itu dilakukan miliknya menyebar ditiga titik. Terbesar adalah di Desa Bojongkulur, Bogor yang sepenuhnya ia kelola sendiri. Yang lainnya adalah di desa asalnya, Cikunir, serta di Sukatani Bekasi. Sebagian miliknya sendiri, sebagian lainnya dengan bagi hasil. Termasuk dengan sistem ‘gaduh’, yakni dipelihara oleh para petani lain. Kegigihannya mengembangkan usaha penggemukan tersebut menginspirasi banyak tetangga untuk ikut usaha serupa. Maka dibentuklah Kelompok Tani Berkah Bersama Sejahtera.

Walaupun dipandang sukses dalam usahanya, Haji Jupri tetap terjun sendiri dalam pengelolaan usaha tersebut. Rasa lelah bukan masalah karena baginya beternak sapi itu sangat menarik. “Sudah seperti menjadi hobi,” katanya. Menurutnya, kunci bisnis itu adalah dengan hati. Bukan dengan akal saja. Banyak hal yang menurutnya masuk akal, namun tak dilakukannya karena belum diterima oleh hati.

Sikap sederhana sebagai petani menjadi kunci lain keberhasilannya. “Hidup petani itu benar-benar sederhana,” katanya. Kesederhanaan itu harus terus dipertahankan. Dengan hidup sederhana, ikhlas, pakai hati, mudah untuk meyakini sesuatu secara maksimal. Sesuatu yang diyakini dengan maksimal itu menurutnya pasti ada hasilnya.

Budaya petani desa juga membuatnya terus menjaga hubungan sosial dengan semua kalangan. Dengan senang hati, Haji Jupri berbagi ilmu beternaknya pada siapapun yang mau belajar. Ia sama sekali tidak merasa takut disaingi, bahkan oleh orang-orang yang belajar padanya. Ia percaya rejeki sudah diatur Tuhan. Selama bekerja dengan baik dengan sepenuh hati, usaha akan berjalan dengan lancar. Terbukti usahanya terus berkembang dengan perasaan yang nyaman.

Ingin mengikuti jejak Haji Jupri? Mudah saja. Datang saja ke tempat Haji Jupri. “Kalau mau ikut ke kandang beberapa bulan bersama saya akan bisa beternak sapi,” katanya. Cukup dengan ikut Haji Jupri akan segera bisa jadi juragan sapi. (269)