Strategi Dumping, Membanting Mental Pesaing

Rabu, 21 Desember 2022, 17:33 WIB

Wayan Supadno | Sumber Foto:Dok. Pribadi

AGRONET -- Tahun 2014, waktu itu buah naga impor mau datang. Tapi petani buah naga mau panen raya. Begitu juga tahun 2017, saat petani Jeruk California panen, juga mau datang barang impor buah Jeruk California.

Saya coba berkomunikasi ke Pejabat Eselon 1 (Dirjen) Kementan, agar barang impor ditunda datangnya. Syukur jika distop. Karena petani sebagai pesaing, mentalnya terasa dibanting.

Klasik, jika sebagian kecil dari total barang yang diimpor digelontorkan ke pasar dengan segala macam opini. Petani jadi panik demotivasi. Karena berdampak harga pasti jatuh, hingga di bawah harga pokok produksi.

Lalu petani enggan merawat tanamannya. Terlantar makin parah lagi karena perut petani cekak. Beda jauh dengan perut importir dan pejabat pembuat rekomendasi kuota impor. Imbasnya, petani kapok bertani lalu alih profesi.

Lahannya yang sempit ditelantarkan. Bahkan tidak jarang dijual ke pemodal besar di kota. Karena profesi lain jadi sopir, tukang bangunan dan TKI lebih pasti masa depannya. Itu baru ancaman dari barang impor, belum hama penyakit.

Sebaliknya, pesaingnya petani yaitu importir dan pejabat pembuat kebijakan serta pembagi kuota impor di gedung mewah di Jakarta, yang dibangun dari pajak rakyat lewat APBN. Mereka pada nyanyi happy.

Tak ubahnya, beberapa tahun silam terbongkar KPK kasus bagi - bagi kuota impor sapi dan bawang putih jadi bancakan. Justru oleh oknum pejabat dan wakil rakyat. Sungguh sangat melelahkan kami petani.

Mereka happy karena pangsa pasar barang impor tambah luas. Kuota impor akan tambah. Penjabarannya jelas, buktinya ketangkap KPK berarti ada malpraktik etika bernegara. Slogan revolusi mental hanya menjelang pemilu saja.

Seolah juga, yang terlibat akan hidup sepanjang zaman, seolah ditarget oleh anak - anaknya harus memberikan warisan harta banyak. Atau tidak percaya pada anak - anaknya bahwa mereka kelak tidak bisa mencari rezeki sendiri.

Ilmu hikmahnya, jika tiada kesadaran dari perorangan utamanya dari para pemimpin agar konsisten meminimalkan impor dan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat sendiri. Hanya egois kepentingan pribadi sesaat. Tanpa punya ikut rasa pada petani.

Maka kedaulatan pangan hanyalah mimpi di siang bolong. Kesejahteraan yang berkeadilan di negara kaya raya hanya semboyan belaka. Semua hanya suka berwacana ria atas buah pikirnya. Tanpa praktik eksekusi yang bijak berpihak ke warganya yang berbuat.

 

Sumber :

Wayan Supadno

BERITA TERKAIT