Pohon Kurma
AGRONET--Karena kecintaannya pada buah asal timur tengah ini, banyak masyarakat Indonesia yang ingin menanam kurma di pekarangannya, namun sebagian besar tidak berbuah. Mengapa? Inilah berbagai alasan dan solusinya agar buah kecintaan Nabi Muhammad SAW dapat berbuah di Indonesia.
Bagi orang Indonesia yang mayoritas muslim, terbayang buaian kebun kurma memang sungguh menggoda. Coba saja membayangkan bagaimana rasanya berada di tengah kebun kurma pada siang yang terik. Panas matahari terhalang oleh keteduhan daun-daun kurma. Angin yang semilir membuat mata terasa berat. Bukan bermimpi, melainkan nyata, tiba-tiba kurma yang sudah sangat masak jatuh. Bukan sembarang kurma, melainkan kurma ‘kurma Nabi’ yang biasa disebut Ajwa. Wahhh!
Bayangan tentang kebun kurma itu yang membuai hati Pak Uta, pengelola Pesantren Fatahillah d Cikareo, Kabupaten Lebak, Banten. Sudah berbagai tanaman dicoba dikembangkan di tanah pesantren seluas 6 hektar itu. Yang paling akhir adalah jati emas. “Tapi perkembangannya tidak memuaskan,” kata Haji Hadi, pendiri pesantren tersebut. Saat itulah Pak Uta mengusulkan untuk menanam kurma.
Beberapa ustad tidak yakin dengan usulan itu. Alasannya adalah sudah banyak orang yang mencoba menanam kurma. Pada umumnya tanaman tersebut memang tumbuh membesar, namun tidak juga kunjung berbuah. Ketika berbuah pun hanya sedikit dan kecil-kecil. Hal yang diduga oleh banyak orang karena adanya curah hujan yang tinggi. Berbeda dengan kurma di Timur Tengah yang tumbuh di iklim yang kering pada tanah berpasir.
Namun buaian kebun kurma tak dapat diabaikan begitu saja. Pak Uta yakin kebun kurma tetap harus menjadi pertimbangan utama dalam mengembangkan pertanian pesantren itu. Dia menyebut di Ponorogo, Jawa Timur, di aeral tanah yang tandus dan kering kebun kurma dapat berkembang dengan baik. Begitu pula di daerah Jonggol, Bogor, yang pengembangannya sudah mencakup ratusan hektar. Di banyak daerah lain di seluruh Indonesia, kebun kurma skala kecil, juga mulai dikembangkan.
Jelas tak mudah untuk mengembangkan kurma. Perbedaan iklim dan jenis tanah merupakan tantangan terbesarnya. Sejauh ini, selain di kawasan Timur Tengah yang memang menjadi daerah asal pohon palem itu, tidak banyak yang berhasil mengembangkan kebun kurma. Salah satu yang dianggap berhasil adalah wilayah California, Amerika Serikat, yang kering dan kini menjadi salah satu eksportir kurma dunia.
Tantangan lain tentu soal teknis yang umumnya tidak banyak dikuasai oleh petani kita. Mulai dari teknik penyemaian biji, penanaman, hingga kelak mengawinkan bunga agar terjadi penyerbukan untuk dapat berbuah. Banyak yang menyangka bahwa kurma akan berbuah dengan sendirinya secara alami tanpa dikawinkan. Padahal tidak demikian. Ada pohon kurma ‘jantan’ serta pohon kurma ‘betina’. Bunga dari ‘kurma jantan’ banyak dicari buat diambil benangsarinya untuk diserbukkan pada bunga ‘kurma betina.’
Rumitnya bertanam kurma bahkan membuat Nabi Muhammad SAW pernah keliru. Yakni saat Nabi berkunjung ke kebun kurma, dan memberi saran pada petani pemilik kebun. Sang pemilik kebun heran dengan saran tersebut, dan balik bertanya pada Nabi. Apakah saran tersebut berasal dari pandangan Nabi sendiri, atau petunjuk langsung dari Tuhan. Nabi menjawab bahwa itu berdasar pandangannya sendiri. Maka pekebun tersebut mengingatkan Nabi bahwa saran itu keliru. Hal yang disetujui Nabi dengan menyampaikan ucapan yang kemudian menjadi hadis terkenal. “Engkau lebih tahu tentang urusan duniamu.”
Namun sulitnya berusaha tani kurma juga menjadi pasar sendiri bagi para ahli kurma untuk menawarkan pelatihan. Seperti yang dilakukan oleh kurma farm, Jonggol. Dan beberapa lainnya. Bahkan pekebun kurma asal Thailand, Sak Lam Juan, juga memberi pelatihan hingga Indonesia. Kesabaran dan ketelatenan menjadi kunci penting dalam bercocok tanam kurma. Perlu waktu hingga 6 tahun bagi pohon kurma untuk mulai berbuah, serta 20 tahun untuk dapat berbuah secara maksimal. Namun bila berhasil, kurma madih dapat terus produktif hingga lebih dari 100 tahun. Bila mampu seperti itu, buaian kebun kurma baru akan dapat dirasakan secara nyata.* (031)
Minggu, 09 Februari 2025
Sabtu, 18 Januari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 13 Januari 2025
Senin, 30 Desember 2024
Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024
Kamis, 11 Januari 2024
Senin, 30 Desember 2024
Kamis, 31 Oktober 2024
Kamis, 31 Oktober 2024