Kementan Koordinasikan Kebijakan Perunggasan Nasional

Jumat, 26 April 2019, 06:56 WIB

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, saat melakukan rapat koordinasi membahas isu-isu perunggasan nasional, di Depok, Jawa Barat. | Sumber Foto:Biro Humas dan Publik Kementan

AGRONET -- Kementan melakukan koordinasi membahas strategi kebijakan mendukung usaha perunggasan nasional. Di samping itu, pemerintah bersama pemangku kepentingan perlu menjaga ketersediaan daging ayam ras dan telur konsumsi sebagai kebutuhan pokok masyarakat.

Sejak diberlakukannya Permentan Nomor 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi sehingga diatur impor GPS. Selanjutnya, pengaturan distribusi DOC FS broiler untuk internal dan eksternal dengan perbandingan 50 persen: 50 persen, serta kewajiban para peternak yang populasi live bird lebih dari 300.000 per minggu untuk memiliki RPHU dan fasilitas rantai dingin (cold storage).

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, saat melakukan rapat koordinasi membahas isu-isu perunggasan nasional, di Depok, Jawa Barat, kemarin (23/4), mengatakan kebijakan ini telah menciptakan kestabilan baik dari sisi produksi maupun harga. Namun, ujar I Ketut, turunnya harga live bird pada awal tahun 2019, membuat pemerintah dan stakeholder mengkaji ulang kembali kebijakan tersebut.

Kementan mengumpulkan para stakeholder untuk mencari solusi terhadap permasalahan perunggasan di Indonesia. Hadir dalam kesempatan itu, wakil dari perusahaan integrasi (Integrator), Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Satgas Pangan, asosiasi peternak unggas, PATAKA, Kementerian Perdagangan, Kemenko Perekonomian, Inspektur Jenderal Kementan, Biro Hukum Kementerian Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan.

I Ketut menjelaskan pengaturan keseimbangan supply-demand di bidang perunggasan terutama dilakukan untuk perlindungan terhadap peternak, koperasi atau peternak mandiri, sehingga dapat tercipta iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan. “Penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dapat dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan supply-demand,”tandasnya.

Menurutnya, Industri perunggasan saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan protein hewani dalam negeri dan bahkan sudah diekspor. Sebagai gambaran produksi DOC FS broiler dan layer terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2018 produksi DOC FS mencapai angka 3,15 miliar ekor.

Berdasarkan potensi produksi DOC FS tahun 2019 diperkirakan sebanyak 3,50 miliar ekor dengan rataan perbulan sebanyak 291 juta ekor atau setara daging ayam sebanyak 3,60 juta ton/tahun dengan rataan perbulan sebanyak 303 ribu ton. Proyeksi kebutuhan daging ayam tahun 2019 sebanyak 3,25 juta ton dengan rataan perbulan sebanyak 271 ribu ton.

Sehingga dari data potensi produksi dan kebutuhan tersebut diperkirakan tahun 2019 terdapat surplus daging ayam sebanyak 395 ton dengan rataan surplus perbulan sebanyak 32,9 ribu ton. Surplus atau cadangan daging ini guna mendukung upaya-upaya ekspor dan tumbuhnya industri pengolahan.

Pemerintah akan mendukung sepenuhnya bagi perusahaan ayam ras dalam negeri yang akan mengembangkan produknya untuk di ekspor. Kemudian membantu mencarikan pasar ekspor untuk produk ayam ras dan hasil olahannya dan memberikan kemudahan dan insentif dalam pelaksanaan ekspornya. (591)