Banyuwangi Ekspor Sidat Senilai Rp 13 Miliar

Selasa, 14 Januari 2020, 08:32 WIB

Pelepasan ekspor sidat dari pabrik PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin (13/1/). | Sumber Foto:KBRN

AGRONET -- Mengawali tahun 2020 produk olahan ikan sidat (Anguiliformes) dari Banyuwangi di ekspor ke berbagai negara, salah satunya Jepang. Produk sidat olahan dengan total mencapai Rp 13 miliar tersebut, diberangkatkan langsung oleh Pejabat dilingkungan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Bupati Abdullah Azwar Anas dari pabrik PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin (13/1/).

Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Suherman, mengatakan Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang cukup potensial untuk budidaya sidat, dan merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Sidat merupakan jenis ikan yang istimewa karena tidak bisa hidup di sembarang tempat.  

Agus menambahkan, sidat menjadi primadona di sejumlah negara karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi yang tidak dimiliki jenis ikan yang lain. Bahkan sidat yang dikenal dengan Unagi di Jepang, menjadi salah satu makanan favorit di sana. 

“JAPFA sudah rutin mengekspor sidat ke Jepang dan berbagai negara lainnya. Jadi kalau Jepang sudah menerima, berarti standart sidat ekspor ini sudah tidak diragukan lagi," ujar Agus.

Sementara itu Bupati Azwar Anas menyatakan di tengah ancaman perlambatan ekspor, Banyuwangi masih getol mengekspor sejumlah komoditas, mulai kopi, cokelat, beras organik, hingga olahan ikan, termasuk sidat. Menurutnya, ini membuktikan bahwa produk dari Banyuwangi memiliki kualitas yang cukup baik, dan semoga bisa terus berkembang, menjadi instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Head of Aquaculture Division JAPFA, Ardi Budiono, juga mengatakan berbagai produk olahan perikanan JAPFA Banyuwangi telah dipasarkan ke berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Khusus untuk sidat, Banyuwangi dipilih menjadi basis pengembangan karena ekosistem perairannya yang sangat mendukung.

“Pengembangan sidat sangat tergantung pada kualitas lingkungan. Mengingat benihnya hanya bisa dikembangkan secara alami, termasuk proses restocking-nya,” ujar Ardi.

Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil sidat kualitas terbaik di Indonesia. Bahkan Banyuwangi dijadikan pilot project taman tecnologi (technopark) pelatihan budidaya sidat dan sebagai inkubator sidat pertama di Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014.

Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat karena air bakunya berkualitas. Kementerian pernah mengadakan riset, bahwa per 25 miligram sampel air di Banyuwangi hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri. Angka itu jauh lebih kecil dibanding daerah lainnya yang bisa mencapai ratusan ribu koloni bakteri. (KBRN/139)