Kementan Basmi Penyakit Gugur Daun Karet

Senin, 18 Mei 2020, 14:40 WIB

Jika tidak ditangani GDK dapat menyebabkan penurunan produksi getah 15 hingga 25 persen, bahkan daun berguguran dan pohon mati. | Sumber Foto: Ditjenbun

AGRONET -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjamin pertanian tetap produktif meski di masa pandemi COVID-19. Kepada para petani, dia menekankan untuk tetap meningkatkan produktivitas dan pengembangan komoditasnya maupun usaha pertanian. Selain itu juga meminta para produsen hulu dan eksportir untuk terus memperkuat kerja sama agar dapat meningkatkan hasil produksi.

Banyak tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi, salah satunya disebabkan oleh serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Perkebunan menggelar pengendalian penyakit gugur daun karet (GDK) di Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung.

Kegiatan ini, menurut Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, dilakukan untuk mengurangi kehilangan produksi akibat OPT yang menyerang karet. “Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu dan mendorong petani dalam melakukan pengendalian OPT secara mandiri pada pusat-pusat serangan agar OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya,” papar Kasdi dalam keterangan tertulisnya, pekan lalu.

Menurut Kasdi, upaya pengendalian ini perlu dilakukan meski saat ini terjadi pandemi COVID-19, agar produktivitas karet terjaga dan petani tetap berpenghasilan. Tentu saja dengan memperhatikan protokol kesehatan, sesuai anjuran pemerintah. “Diharapkan petani tetap semangat melakukan perawatan tanaman karetnya, khususnya pengendalian OPT sehingga kehilangan hasil dapat dicegah dan produksi karet petani tidak menurun,” ucapnya.

Salah satu upaya untuk mengurangi kehilangan hasil karet petani, Direktorat Jenderal Perkebunan telah mengalokasikan anggaran pada tahun 2020 melalui Tugas Pembantuan (TP). Untuk Provinsi Jambi, kegiatan pengendalian dilakukan di lahan perkebunan karet di Kabupaten Tebo, seluas 100 ha. Di Bangka Belitung pengendalian dilaksanakan di kebun karet seluas 50 ha yang berlokasi di Kabupaten Bangka. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Selatan kegiatan akan dilaksanakan di Kota Prabumulih seluas 50 ha. “Untuk Jambi dan Babel kegiatannya sudah dimulai sejak 11 Mei lalu, sedangkan untuk Sumsel kegiatannya akan dilaksanakan di bulan Juni,” tambahnya.

Penyakit GDK yang tidak ditangani dengan baik berpotensi menurunkan produktivitas karet yang berimbas pada penurunan produksi nasional dan penurunan pendapatan petani. Padahal tidak dipungkiri karet memiliki peranan penting dalam industri dan prospek menguntungkan baik dari serapan dalam negeri maupun ekspor. Selain itu, keberadaannya bisa mengurangi emisi gas rumah kaca, menjaga kondisi alam, dan rehabilitas lingkungan.

Penyakit GDK yang sering menyerang ini disebabkan jamur Colletotrichum GloeosporioidesCorynespora cassiicola, Oidium heveae, Fusicoccum sp., dan Pestalotiopsis sp, serta penyakit jamur akar putih. Tanaman karet yang terkena penyakit GDK akan mengalami kerusakan pada daun, yang kemudian rontok secara bersamaan. Jika tidak ditangani, pohon akan meranggas dan bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini menyebabkan penurunan produksi getah 15 hingga 25 persen.

Kegiatan pengendalian OPT ini dilakukan dengan pola padat karya yang melibatkan petani, petugas pengamat OPT, pegawai dinas perkebunan, dan petugas Brigade Proteksi Tanaman (BPT). Pengendalian penyakit GDK ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara mekanis dengan menebang, membongkar dan memusnahkan tanaman yang mati. Kedua, cara sanitasi kebun dengan mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman yang dapat menjadi sumber serangan. Ketiga, secara kimiawi dengan penggunaan fungisida. (Ditjenbun/357)