Merisaukan Cadangan Beras

Minggu, 04 Desember 2022, 01:00 WIB

Beras, salah satu komoditas yang selalau dijaga oleh Bulog. | Sumber Foto: Istimewa

AGRONET -- Soal Cadangan Beras Pemerintah (CBP), saat ini sedang menghadapi suasana yang merisaukan. Pemerintah sendiri mengingatkan kepada publik tentang posisi cadangan beras Pemerintah yang kurang menggembirakan. Jika tidak ditangani dengan serius, hal ini dapat menjadi problem yang serius.

Rachmi Widiriani Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Pangan Nasional menyatakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog pada Oktober 2022 ini hanya sebesar 673.613 ton.  Angka ini, kalau dibandingkan bulan Oktober tahun lalu, maka stock in hand di 2022 ini paling kecil.

CBP pada Oktober 2022 jauh lebih rendah dibandingkan dengan stok Oktober dua tahun sebelumnya. Pada Oktober 2021, stok CBP Bulog mencapai 1,25 juta ton. Penyerapan beras di musim gadu ini cenderung sulit. Sebab, Bulog dituntut untuk menyalurkan cadangannya agar harga beras tidak terus melonjak.

Di sisi lain, cadangan beras pemerintah, kini dikhawatirkan akan semakin merosot hingga akhir tahun. Target stok beras sebesar 1,2 juta ton pada Desember 2022 pun diperkirakan susah untuk dapat tercapai.  Dihadapkan pada kondisi seperti ini, tidak bisa tidak, kita perlu memikirkan langkah apa yang sebaik nya kita lakukan.

Cadangan Beras Pemerintah sendiri merupakan sinyal untuk mengenali bagaimana sesungguh nya kondisi ketersediaan beras di dalam negeri dalam kurun waktu tertentu. Dikaitkan dengan kisah sukses Swasembada Beras 2019-,2021 lalu, situasi Cadangan Beras Pemerintah, mesti nya tidak boleh berada di bawah angka 1 juta ton.

Swasembada Beras yang kita raih, perlu kita jaga dan kita pelihara agar keberlanjutan nya tetap terjamin. Kita ingin Swasembada Beras ini lestari dan tidak hanya bersifat sporadis. Jadi, betapa ironis nya jika setelah Swasembada Beras, beberapa tahun kemudian, kita kembali melakukan impor beras.

Berbagai langkah yang diambil Pemerintah, sebetul nya telah berada dalam rel yang benar. Upaya menggenjot produksi dan produktivitas padi menuju swasembada merupakan kebijakan yang tidak boleh melemah. Begitu pun dengan strategi untuk mengerem laju konsumsi nasi yang diwujudkan lewat program diversifikasi pangan.

Peningkatan produksi yang kita dongkrak, boleh jadi tidak akan mampu menuntaskan masalah ketahanan pangan, sekira nya ketergantungan masyarakat terhadap nasi tidak ditangani dengan cara yang tepat. Meragamkan pola makan masyarakat merupakan langkah yang perlu diprioritaskan untuk digarap.

Pertanyaan nya adalah apakah langkah Badan Pangan Nasional menggebyarkan lagi program diversifikasi pangan bakal mampu tampil beda dengan program yang lalu-lalu ? Harapan nya seperti itu. Badan Pangan Nasional dituntut untuk dapat mengemas kebijakan, program dan kegiatan penganekaragaman pangan yang lebih inovatif dan berkelanjutan.

Kampanye diversifikasi pangan sendiri perlu dirumuskan secara cerdas. Sistem target sebaik nya tidak lagi dijadikan landasan untuk melangkah. Mulailah menyiapkan Grand Desain lengkap dengan Road Map pelaksanaan nya. Minimal untuk 25 tahun ke depan. Kebijakan masa lalu yang menjadikan program diversifikasi pangan berbasis keproyekan ada baik nya ditinggalkan.

Program Penganekaragaman Pangan, sudah sejak lama digelindingkan Pemerintah. Apa yang dikonsepkan, ternyata belum sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Meragamkan pola makan masyarakat terbukti tidak cukup hanya dengan kampanye. Terlebih-lebih bila program ini tidak disiapkan secara matang.

Pengalaman menunjukkan, lahir nya Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan berbasis Sumber Daya Lokal, terekam masih belum memenuhi harapan. Masa berlaku nya Perpres berakhir, maka selesai pulalah kegiatan diversifikasi pangan. Ini yang tidak boleh terulang lagi.

Isu penganekaragaman konsumsi pangan yang dikembangkan Pemerintah saat ini adalah B2SA, yang merupakan singkatan dari Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman. Sebelum nya, terutama di era Pemerintahan Orde Baru, masyarakat telah dikenalkan kepada slogan 4 Sehat 5 Sempurna.

Memang esensi dari 4 Sehat 5 Sempurna dan B2SA, tidak ada perbedaan yang prinsip. Kedua nya menginginkan agar masyarakat mampu mengkonsumsi pangan yang seirama dengan kebutuhan untuk menyehatkan masyarakat. Yang berbeda hanya slogan yang disampaikan nya saja.

Program Penganekaragaman konsumsi pangan, sebetul nya bukan hal baru bagi bangsa kita. Sudah sejak puluhan tahun lalu, Pemerintah mengkampanyekan program ini melalui berbagai media. Semua sepakat, laju konsumsi masyarakat terhadap beras perlu ditekan sekaligus mengajak masyarakat untuk meragamkan pola makan.

Cadangan beras sebetul nya tidak perlu mengemuka menjadi masalah yang merisaukan. Selama produksi beras masih melimpah ruah dan konsumsi masyarakat dapat ditekan serendah mungkin, cadangan beras bangsa ini, akan aman-aman saja. Catatan kritis nya adalah mampukah kita mengelola produksi dan konsumsi beras seperti yang diharapkan ?

Jawaban nya tegas, mesti nya bisa. Tinggal sekarang, bagaimana kita mampu membuktikan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

 

SUMBER :

KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT